Kini Julia telah menjelma menjadi gadis dewasa yang patuh dan sangat sayang kepadanya. Putri semata wayangnya ini, selalu ia lindungi dari bahaya apapun. Begitu janjinya selama ini.
Ketika Julia memperkenalkan pemuda yang dekat dengannya, Bu Jihan langsung merasa pilihan anaknya tidaklah salah. Romie anak yang sopan, tulus dan sangat mencintai putrinya.
Bulan depan, tepat di tanggal ulang tahun Julia ke sembilan belas, ia akan melangsungkan pernikahan mereka.Â
Ya, Bu Jihan sudah terlalu terbiasa melewati semuanya sendiri. Tak sekalipun pria itu menampakkan batang hidungnya. Tidak saat buah cinta mereka hadir ke dunia, atau pada hari-hari penting Julia di sekolah.Â
Harapan bahwa Mas Satrio akan datang meminta maaf, sama sekali tak pernah terjadi. Pria itu tak pernah menghubungi atau mencarinya di rumah orang tuanya. Benar-benar Bu Jihan menanggung penderitaannya sendirian.
Sebagai wanita biasa, ia sangat terluka. Tahun demi tahun berlalu dalam kesepian dan kehampaan. Tak ada cinta dari pria itu. Seolah ia tak pernah ada dalam hari-harinya yang lalu.
Kini, bulat sudah keputusan Bu Jihan untuk menutup pintu masa lalunya. Ia merasa tak berarti dan tak pernah diperhatikan. Mungkin cinta mereka hanyalah pelarian pria itu dari kehidupan rumah tangganya.
Sekarang ia sudah tak membutuhkan Mas Satrio untuk melanjutkan hidupnya, termasuk untuk memberikan restu pada Jihan yang bahkan tak sempat diketahui keberadaannya.
Biarlah semua cinta dan kisah yang tidak mengenakkan itu, tersimpan dalam masa lalu yang terkunci.Â
Bu Jihan bertekad menyimpannya rapat-rapat. Tak perlu dibuka kembali, dan tak perlu membayangkan pria itu lagi. Sekarang yang terpenting adalah pernikahan antara Romie dan Julia.
*