Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mona dan Lisa

9 September 2021   08:33 Diperbarui: 9 September 2021   08:55 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi istri, sejak memasuki gerbang rumah tangga, berarti ia akan memperjuangkan semuanya. 

Ia bukan hanya bertanggung jawab tentang kenyamanan rumahnya, tapi juga menjaga harkatnya sebagai istri. 

Bahkan ia harus bisa memaafkan bila suaminya mengecewakan. Dan itu semua tidak mudah. Itu yang Mona tau.

Lisa adalah gadis dengan kehidupan liar. Jauh dari keluarga, dan mempertaruhkan dirinya demi cinta pada seorang lelaki. Mona tak suka gadis itu dari awal.

Tetapi saat ini, Mona sadar ia tidak lagi menjadi bidadari di hati suaminya. Cinta di hati Arman sedang tercemar oleh hama yang ditebarkan Lisa. 

Bagaimana kalau pohon-pohon cinta itu akan kering lalu mati? Dugaan inilah yang mendorongnya terpuruk dalam kesedihan. Saat bayinya lahir, Mona tidak otomatis bahagia seperti yang pernah dibayangkannya saat remaja.

Mona melangkah memasuki kamarnya. Diletakkannya bayi yang sedari tadi dia gendong. Bayi yang sangat cantik, dengan kulit yang masih merah. Mona memandangi dengan hati tak menentu.

Malam perlahan turun. Menutupi seluruh kota dengan tirai hitam. Sepi tanpa harapan.

Mona masih menatapi langit-langit kamar. Ada wajah Arman di sana. Dengan senyum hangat membawakannya seikat bunga. Membacakannya puisi-puisi cinta. Lalu berlutut memohonnya.

Mona menyapu wajahnya dengan telapak tangan. Lalu memandangi bayi mungil yang masih dibuai mimpi. Ia dan suaminya bahkan belum menemukan nama yang cocok untuk bayi mereka.

Sekarang aku adalah seorang ibu, bisiknya dalam hati. Aku akan menjadi panutan bagi anak-anakku kelak. Aku harus bisa mengelola perasaan negatip ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun