Lihatlah lembah hijau yang dikelilingi gunung-gunung tinggi, bagaikan rahmat menjadi tempatmu bersembunyi saat ini. Dengan satu kemenangan di masa lalu, kemudian pemimpinmu ditembak mati. Engkau pun bangkit kembali.
Padanya tak ada burung-burung, yang selayaknya bawa berita pagi. Juga tak terlihat anak kecil menari-nari, yang tugasnya ceriakan seluruh dunia.
Mungkin pujangga menyembunyikan pena, dan menumpahkan semua tinta. Tak ada lagi gadis secantik rembulan malam untuk dipuja dan dikagumi. Semua memilih berdiam diri, dibalik irama mesiu yang menghantui.
Lihatlah kopi pagi tak hangat lagi, ditimpa hujan senjata. Makan bersama seluruh keluarga, tak pernah lengkap lagi. Janda-janda adalah wanita dengan kain lusuh meratapi diri. Senja yang rupawan telah meninggalkannya.
Matahari sama saja. Di sana, di sini, menyemangatimu. Ia selalu menghidupi sungai , gunung dan juga impianmu, Kawan. Tangan, kaki, punggung dan keningmu, bersujud hanya kepada Allah yang satu.
Taliban afghanistan, menjunjung keyakinan, meluruhkan kesedihan.
______________
Puisi parafrase ini ditulis dengan segala empati. Sesungguhnya Allah swt hanya minta kita beribadah kepadaNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H