Dari sebuah jendela yang biasa menjadi tempatku bertanya, tentang kepulanganmu. Aku selalu menunggu dengan harap cemas akan kedatanganmu. Tak ingin hati ini dikecewakan.
Setiap saat, setiap waktu, aku ingin menemukan bayanganmu memasuki halaman. Menjemputmu penuh rindu, hal yang selalu ingin kurasakan.
Basah keringat perjuangan tentang membela negara. Dengan dada sekuat baja dan semangat seluas samudera. Aroma keberanian menambah gagah di medan laga.
Namun suatu sore, jendela terbuka sampai malam tiba. Tak kulihat bayanganmu, tak kudengar derap sepatumu. Apalagi sebuah kecupan yang lama kunantikan.
Aku ingin menjemputmu, seperti hari-hari yang telah kita lewati. Rumah kita terlalu sepi hanya aku seorang diri. Dan peraduan terasa hampa tanpa lilin-lilin menghangatkan.
Dari sebuah jendela tempatku menunggu, cahaya sore mengantar berita duka. Aku tak kan lagi bisa menjemputmu ke peraduan. Tak kan menikmati sebuah kecupan, atau lilin yang menyala kecil menghangatkan.
Selamat jalan, pahlawanku. Engkau gugur, tak kan pernah sia-sia.
_______________
Kisah ini fiktif belaka. Penulis sangat mengapresiasi prajurit yang gugur membela negara. Sambut Dirgahayu Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H