Aku adalah mawar yang dielu-elukan, sebagai pujaan insan bercinta. Dijadikan simbol perasaan mengagumi dan menyayangi.Â
Aku tumbuh di taman yang tak luput dari pengawasan. Bahkan badai tak berani mencumbu.
Senja bagiku adalah saat paling mesra. Saat langit memerah tembaga, senyum wanita terukir. Datang dengan sepercik air, membasahi daun-daunku layu.
Aku adalah mawar yang dititahkan. Mengharumi jambangan kristal para dewi khayangan. Seribu kecantikan telah menjadi janji sepanjang hidup.
Tapi lihatlah di kebun kecil ini, di antara bunga-bunga lain yang menemani.
Dialah sang pandan, tumbuh di sisi menaungi. Menambah harum bagai taman surgawi.
Dialah simbol perjuangan yang tak disadari. Menguar wangi setelah disobek lagi dan lagi. Tak peduli dirinya terluka tersakiti.
Helai demi helai bermunculan, yang muda menggantikan yang tua. Pandan tetap hijau memberi arti.Â
Aku mawar berdaun pandan, bagai kekasih berpasangan.
Mungkin esok atau lusa, wanita datang memetik pandan, maka petik juga aku. Percayalah kami slalu saling setia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H