Dia wanita biasa,
yang tak cukup cantik untuk menghiasi malam kelam dengan senyumnya
Dan tak cukup gemulai,
sebagai penari yang menikmati luka dari wanita lain
Ketika jemarinya mengetuk pintu,
dan seorang lelaki menyambutnya dengan secawan anggur yang terasa amat pahit
Ia harus menghianati, peraduan di sana yang lama sepi
Sebab ia tak bisa pulang lagiKaki jenjang meringsak masuk, robohkan dinding kesetiaan
Membuka apa saja yang melekat di tubuhnya
Mencoba menggantikan, rindu belum terobati
Mencumbu malam dengan sebuah dosa yang tak terpikirkan
Hanya karena kamar ini tak punya mata
Sepi, dingin, sendiri menunggu pandemi
Wanita itu tak cukup berani,
untuk merebut kebahagiaan dua sejoli
Yang dilakukannya hanya menjajakan malam
Pada siapa saja yang lupa menghafal
Janji setia walau berabad lamanya
Sebelum malam menerangi wajahnya,
wanita berjalan mencari kesepian lainnya
Bergumul entah sampai kapan
Sampai ia tak cukup pantas menjaja malam
Bila tua, renta dan kerut-merut menghiasi dirinya
Mungkin seribu tahun lagi
Membuka apa saja yang melekat di tubuhnya
Mencoba menggantikan, rindu belum terobati
Mencumbu malam dengan sebuah dosa yang tak terpikirkan
Hanya karena kamar ini tak punya mata
Sepi, dingin, sendiri menunggu pandemi
untuk merebut kebahagiaan dua sejoli
Yang dilakukannya hanya menjajakan malam
Pada siapa saja yang lupa menghafal
Janji setia walau berabad lamanya
wanita berjalan mencari kesepian lainnya
Bergumul entah sampai kapan
Sampai ia tak cukup pantas menjaja malam
Bila tua, renta dan kerut-merut menghiasi dirinya
Mungkin seribu tahun lagi
Ditulis oleh Ayra AmirahÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H