Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Geng Jalan-jalan Semasa Sekolah, Geng Ngga Ada Kerjaan

2 Mei 2021   08:14 Diperbarui: 3 Mei 2021   19:00 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: sapos.co.id

Masa-masa sekolah menjadi masa yang penuh kenangan. Kalau diingat kembali, terkadang merasa konyol dan bodoh.

Sama-sama sekelas, tidak lantas menjadi satu geng. Ada kalanya justru lebih klik dengan anak kelas sebelah, bahkan dari sekolah lain.

Geng sekolah adalah kumpulan individu dengan latar belakang sama, baik lingkungan, hobi maupun kegiatan.

Semasa sekolah Aliyah (SMU), saya masih menjadi anak pendiam. Beberapa siswi yang banyak aksi dan doyan rumpi, pastinya gagal jadi sohib saya. Tapi yang rela mengikut ke perpustakaan, langsung satu geng! Hehee...

Di Samarinda terdapat dua perpustakaan: perpustakaan Umum dan perpustakaan Daerah. 

Perpustakaan Umum (screenshoot You Tube Taman Perpustakaan Umum)
Perpustakaan Umum (screenshoot You Tube Taman Perpustakaan Umum)
Perpustakaan Umum, berada dekat dengan sekolah kami. Berada di atas bukit kecil, berseberangan dengan kantor Balai Kota. 

Untuk sampai ke perpustakaan Umum, hanya perlu berjalan kaki sekitar 200 meter dari sekolah kami di Jl. Harmonika. 

Sebut saja, geng saya dan kawan-kawan sebagai geng jalanjalan!

Tapi eits, tunggu, yang hobi baca buku kok cuma saya? 

Ternyata mereka hanya membolak-balik majalah yang penuh gambar. Selebihnya, kawan-kawan lebih memilih duduk-duduk di gazebo perpustakaan dengan suasana sejuk dan teduh.

Terdapat empat Gazebo (screenshoot You Tube Taman Perpustakaan Umum)
Terdapat empat Gazebo (screenshoot You Tube Taman Perpustakaan Umum)
Di dunia ini, lebih banyak yang tidak suka membaca buku, seperti saya. Lebih banyak yang suka melihat-lihat gambar saja, atau duduk ngobrol tak tentu arah. 

Sampai waktu beranjak sore, saat perut mulai keroncongan, barulah kami memutuskan untuk pulang.

Saat naik ke kelas tiga, para siswa dibagi menjadi dua kelompak minat: IPA dan IPS. 

Saya yang tadinya memilih jurusan Bahasa, terpaksa masuk kelompok IPS. Musibah kebakaran terjadi pada hari minggu dan menghanguskan tiga lokal yang salah satunya akan digunakan sebagai kelas Bahasa.

Sejak saat itu geng jalan-jalan, kekurangan anggota. Beberapa di antaranya masuk kelompok IPA. Kebersamaan, menjadi sulit diatur.

Kegiatan geng jalan-jalan

Bosan menghabiskan waktu di gazebo, biasanya kami menyusuri jalan Biola, masuk ke warung bubur ayam Banten. Bisa dibilang merupakan tempat mangkal seisi sekolah plus seantero pegawai kantor di area Prevab, lokasi sekolah kami. 

Sekadar informasi, warung buryam ini masih ada sampai sekarang. Bahkan menerima pesanan via ojol. Bukan main yaa, awetnya. Hehee...

Lalu, kemanakah tujuan kami selanjutnya?

Pada masa itu, tidak semua pelajar mengendarai roda dua ke sekolah. Paling hanya satu-dua saja. Angkutan umum masih dalam masa kejayaannya. Pada tahun 2018, barulah angkutan umum digantikan oleh jasa angkutan online yang dianggap lebih nyaman. 

Nah, biasanya setelah sekolah bubar pada jam dua siang, siswa sekolah kami menunggu angkutan umum yang disebut "taksi". Bernaung di bawah pohon-pohon, sembari bersandar di pagar stadion olahraga Segiri. Semacam halte tak tertulis, lah.

Geng saya, geng jalan-jalan, juga menghabiskan waktu di stadion olahraga. Seperti halnya perpustakaan Umum, tempat ini pun dekat dengan tempat kami menimba ilmu.

Kami biasanya pergi ke lapangan basket. Iseng melihat-lihat beberapa orang yang sedang latihan. Sambil tentunya ngobrol tak penting dalam waktu cukup lama.

Suatu hari teman semasa SMP kami, muncul. Namanya Susan. Ia membawa serta temannya dari SMU swasta. Celakanya, saya justru merasa senang. Serasa reuni kecil, bisa bertemu teman yang sudah terpisah dua tahun.

Beberapa kali "geng jalan-jalan" menerima undangan mampir ke sekolah Susan, yang jaraknya lumayan jauh. Bukan apa-apa. Sekedar membunuh waktu, dan nongkrong tak jelas.

Ongkos naik angkutan umum (taksi) pun diabaikan. Bukannya langsung pulang ke rumah, saat ada pengumuman guru sedang rapat. Kami justru berkeliaran tak tentu tujuan.

Sahabat Kompasianer, kelihatan yaa, masa putih abu-abu itu masa yang rentan. Kebiasaan tak bermanfaat, dilakoni begitu saja. 

Bahkan, saya yang sangat suka membaca buku pada awalnya, terpengaruh untuk menghabiskan waktu di jalan. Lupa pulang ke rumah. 

Tak terlintas dalam benak pada saat itu bahwa orang tua akan merasa khawatir. Mereka menunggu anak gadisnya dengan hati gelisah. Mau menelepon, pada saat itu belum zaman handphone. Masih zaman telepon fleksi dan wartel. Hehee.

Sahabat Kompasianer, apakah yang sebaiknya dilakukan pihak orang tua saat mempunyai anak remaja yang labil dan mudah mendapatkan pengaruh dari teman-temannya?

Berikut tips mendampingi remaja labil:

1. Bekali dengan ilmu agama dan moral sejak dini. Apa yang diberikan di masa kanak-kanak, akan tercermin saat mereka tumbuh dewasa. Membentuk kepribadian adalah sebuah proses, bukan sim salabim. Jadi, bekal ilmu agama serta moral harus diberikan secara bertahap, sejak dini.

2. Tempatkan anak dalam lingkungan yang sehat. Misalnya keluarga yang penuh kasih sayang, mempunyai kebiasaan baik, komunikatif, terbuka dan mengayomi. Serta eman-teman yang berkegiatan positip, kreatif, dan ceria. Hindarkan anak dari mantan pencandu, penjudi aktif, residivis dan seterusnya.

3. Ajarkan anak tentang kemandirian. Sifat ini akan membentuk anak tidak bergantung kepada orang lain, termasuk kepada orang tua. Jadi di saat kesepian, gabut, ia tidak akan serta merta mengikuti ajakan orang lain. Anak dapat memutuskan sendiri kegiatan apa yang ingin dilakukan untuk mengusir kesepiannya.

4. Ajarkan tentang berpikir jernih. Mulailah juga sejak dini. Ajarkan melalui perkataan dan tindakan orang tua. Berpikir jernih artinya anak dapat memisahkan unsur emosional dan subjektif atas suatu masalah. 

Misal saat anak kehilangan benda kesayangannya, tak perlu mengingat betapa banyak kenangan dengan benda tersebut, bahkan perjuangan untuk memilikinya dulu. Pikirkan bahwa makhluk bernyawa saja, akan tiada. Apalagi hanya sebuah benda.

5. Berprasangka baik kepada Allah swt. Anak harus mengerti posisi manusia adalah hamba. Takdir apapun yang menimpa, Allah sudah memperhitungkan. Allah tidak ingin menyusahkan makhluk ciptaanNya. Allah mengasihi kita dengan cara yang berbeda-beda.

6. Berikan dukungan moril. Fase remaja sangat potensial menentukan hitam atau putih dirinya. Jangan tunda untuk berada di dekat anak dalam perkembangan ini. Berikan kasih sayang serta perhatian penuh. Dukung ide dan keinginannya yang positip. Arahkan dengan penuh sabar, bila ide dan keinginan anak melenceng. 

7. Jangan berikan kekerasan dan ancaman. Justru, dalam situasi pencarian jati diri, orang tua perlu menjadi "teman" bagi anak. Hindari bersikap otoriter, kasar atau mengancam diri anak. Jika ia menyimpulkan orang tuanya tidak sayang, atau anak merasa terancam, ia akan segera mencari figur penolong bahkan sekedar melarikan diri.

Sahabat Kompasianer, berkaca dari kasus-kasus remaja yang santer didengar, orang tua dituntut lebih waspada, sabar dan banyak meluangkan waktu.

Geng sekolah, adalah salah satu kendaraan remaja menemukan siapa dirinya. Ia akan mencari tahu apakah orang tua sayang kepadanya atau tidak. Memperhatikannya, atau tidak.

Syukurlah, setamat dari sekolah Aliyah (SMU) saya terpisah dari "geng jalan-jalan". Saya kembali pada warna asal saya. 

Sumber foto: sapos.co.id
Sumber foto: sapos.co.id
Seorang diri saya mendatangi perpustakaan Umum dan Daerah. Berjam-jam saya membaca buku-buku di sana. Rasa haus akan ilmu, semakin harus saya dituntaskan, setelah gagal masuk Perguruan Tinggi Negeri yang dicita-citakan.

Baca juga Kegagalan itu Tempatnya di Masa Lalu

Semoga kita diberi kekuatan dan kesabaran membentuk anak-anak Indonesia yang cerdas, kreatif dan berguna. Salam hangat, salam parenting, Ayra Amirah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun