Sampai waktu beranjak sore, saat perut mulai keroncongan, barulah kami memutuskan untuk pulang.
Saat naik ke kelas tiga, para siswa dibagi menjadi dua kelompak minat: IPA dan IPS.Â
Saya yang tadinya memilih jurusan Bahasa, terpaksa masuk kelompok IPS. Musibah kebakaran terjadi pada hari minggu dan menghanguskan tiga lokal yang salah satunya akan digunakan sebagai kelas Bahasa.
Sejak saat itu geng jalan-jalan, kekurangan anggota. Beberapa di antaranya masuk kelompok IPA. Kebersamaan, menjadi sulit diatur.
Kegiatan geng jalan-jalan
Bosan menghabiskan waktu di gazebo, biasanya kami menyusuri jalan Biola, masuk ke warung bubur ayam Banten. Bisa dibilang merupakan tempat mangkal seisi sekolah plus seantero pegawai kantor di area Prevab, lokasi sekolah kami.Â
Sekadar informasi, warung buryam ini masih ada sampai sekarang. Bahkan menerima pesanan via ojol. Bukan main yaa, awetnya. Hehee...
Lalu, kemanakah tujuan kami selanjutnya?
Pada masa itu, tidak semua pelajar mengendarai roda dua ke sekolah. Paling hanya satu-dua saja. Angkutan umum masih dalam masa kejayaannya. Pada tahun 2018, barulah angkutan umum digantikan oleh jasa angkutan online yang dianggap lebih nyaman.Â
Nah, biasanya setelah sekolah bubar pada jam dua siang, siswa sekolah kami menunggu angkutan umum yang disebut "taksi". Bernaung di bawah pohon-pohon, sembari bersandar di pagar stadion olahraga Segiri. Semacam halte tak tertulis, lah.
Geng saya, geng jalan-jalan, juga menghabiskan waktu di stadion olahraga. Seperti halnya perpustakaan Umum, tempat ini pun dekat dengan tempat kami menimba ilmu.