"Bagaimana, tidak sulit kan, memasak?"
Saya hanya mengangguk, apalagi saat Bapak menambahkan,
"Itu namanya, masak ayam kari putih... Menu spesial keluarga di sini..."
Alamakk... masak seperti ini sudah saya kuasai saat kelas empat Sekolah Dasar. Bagaimana tidak, ini juga menu istimewa di keluarga kami. Hanya bedanya, ibu saya selalu menggunakan kunyit saat masak daging ayam maupun ikan.
Ah, tapi sudahlah. Mungkin karena saat itu saya ibarat masih "murid baru", jadilah saya diam seribu kata.
Walhasil, saya tidak mempunyai jalan terjal lainnya untuk masuk sebagai menantu. Pernikahan berjalan lancar sampai hari H.
Tapi....
Jika boleh saya mengenang lagi, Bapak mungkin masih ingat, kami pernah datang dengan sepohon anggrek hutan berbunga ungu.
Kali itu, saya sengaja membawa tumbuhan yang kami temukan di pinggir jalan poros Tolitoli-Palu. Sebuah jalan yang diapit pegunungan Lessi nan terjal. Hutannya liar dan lebat. Kendaraan yang melintas satu-satu. Kebetulan kami beristirahat sejenak, sekedar minum air yang kami persiapkan.
Sesampainya di rumah, saya menanamnya di halaman samping. Seraya berdoa bunga liar ini akan tumbuh dan berbunga. Ia bertahan dan memberikan keindahan bunganya, maka saya pun akan diterima dan disayangi oleh keluarga ini. Demikian bisik hati saya saat itu.
Demikianlah, kami hanya tiga bulan menghabiskan waktu bersama Bapak dan Mamak. Selanjutnya kami pulang lagi ke daerah asal.