Pernah melihat, balita kecil saat memegang mainan atau makanan? Saat temannya berusaha mengambil dari tangannya, bagaimana reaksi anak balita?
Jika dalam hidup, seandainya saya bersikap seperti balita tersebut, artinya saya mempunyai kemiripan prinsip dong dengannya. Berat untuk berbagi. Menganggap semua yang telah diperjuangkan, segala hasilnya mutlak milik saya.
Saya tersipu, saat mendengar Bos suami ngobrol ringan kala itu. Katanya, semasa sekolah, pelajaran matematika yang gampang dikerjakan adalah soal penjumlahan dan pengurangan. Dan yang sulit dikerjakan adalah soal pembagian.
Seperti menohok, saya pun mengangguk-angguk. Dalam kenyataannya, sebagian besar manusia masih berat dengan yang namanya berbagi.
Berapakah yang saya sedekahkan kepada kaum papa, saat uang di tangan saya sejumlah lima juta rupiah?
Atau berapa dari gaji saya setiap bulannya, yang dimasukkan dalam pos dana sosial?
Dalam alquran dikatakan, tiada seorang muslimpun yang menanam suatu tanaman, melainkan apa saja yang dapat dimakan dari hasil tanamannya itu, maka itu adalah sebagai sedekah baginya, dan apa saja yang tercuri daripadanya, itupun sebagai sedekah baginya. Dan tidak pula diambil oleh seseorang, melainkan itupun sebagai sedekah baginya. (HR Muslim)
Saya juga pernah mendengar ucapan saat seseorang kemalingan. Tetangganya berkata bahwa si fulan tersebut kurang sedekahnya, makanya ia kemalingan.
Dan dahsyatnya efek berbagi bukan hanya dirasa oleh orang yang terdampak bencana alam. Penggalangan dana dengan tujuan untuk mengulurkan tangan. Tetapi juga saat saya saling bertukar hadiah dengan teman-teman, pada moment kelulusan sekolah.Â
Juga yang disimbolkan dalam adat pernikahan berupa hadiah hantaran/erang-erang kepada mempelai wanita. Esensi di dalamnya adalah ingin memberikan kebahagiaan. Luar biasa, bukan?