Etika periklanan mendorong pengiklan untuk berperan secara positif dalam masyarakat. Ini bisa mencakup kampanye iklan yang mengedukasi, memberdayakan, atau mempromosikan isu-isu sosial yang penting. Etika periklanan juga melibatkan tanggung jawab sosial dalam menggunakan iklan untuk mempengaruhi perilaku konsumen secara positif, seperti mempromosikan gaya hidup sehat atau meminimalkan dampak lingkungan.
Prinsip-prinsip ini membantu memastikan bahwa iklan tidak hanya efektif dalam tujuannya untuk mempromosikan produk atau jasa, tetapi juga memperhatikan kebutuhan, hak, dan kesejahteraan konsumen serta dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas.
Sepanjang yang menyangkut periklanan, EPI ini menjadi induk yang memayungi semua standar etika periklanan intern yang terdapat pada kode etik masing-masing asosiasi atau lembaga pengemban dan pendukungnya. Dokumen-dokumen kode etik dimaksud antara lain. Kitab EPI yang disempurnakan ini telah dicoba susun dan kembangkan sesuai dengan akar budaya bangsa dan ditujukan demi kepentingan masyarakat yang seluas-seluasnya. Meskipun demikian, EPI mengakui bahwa periklanan adalah juga profesi dan bisnis kepercayaan, sehingga seharusnyalah ia sarat dengan kandungan nilainilai batiniah. Karena itu, dalam menyusunnya telah diupayakan untuk meng abaikan sejauh mungkin segala asumsi yang bersifat ilusi. Secara keseluruhan, EPI juga telah mencoba menerjemahkan kompleksitas -- ekonomi, gaya hidup, dan budaya -- yang terkait dengan disrupsi beserta seluruh dampak dan implikasinya, khususnya yang menyangkut bidang komunikasi pemasaran.
Perlindungan konsumen terhadap iklan media sosial secara umum diatur dalam Pasal 8 (1) huruf f, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17, dan Pasal 20 UU 8/1999. Menurut Pasal 17 (1) huruf f UU 8/1999, "Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan" dan akibat pelanggaran ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 62 (2) UU 8/1999 yaitu ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000,00. Tidak ada kejelasan seperti apa 'etika' yang dimaksud dalam peraturan tersebut. Jika substansi pelanggaran etika mengacu pada kode etik yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, mereka tidak berhak menetapkan sanksi pidana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H