Maaf ya…aku tidak peduli kalian mau sebut aku manusia purba karena tidak menggunakan BB (Blackberry) dan CC (Credit Card) di era millenium ini. Alasannya sederhana, aku tidak ingin jadi autis dan paling takut punya hutang. Ooo…., atau mau alasan yang lebih sederhana lagi? Aku tidak suka seperti orang kebanyakan…, puas? Ha ha…:P
Aku memperhatikan, dalam dekade ini sudah terlahir generasi autis gara-gara benda bernama BB itu. Di kendaraan umum, ruang tunggu stasiun, bandara dan restoran serta di ruang-ruang publik lainnya orang sudah jarang bertegur-sapa dengan sesama. Interaksi antar personal secara nyata sangat turun kualitasnya. Mereka lebih asyik masyuk ber-BBM ria dengan entah siapa nun jauh di sana. Padahal di sekitarnyabanyak orang, yang bila saling berkenalan dan berbincang akan menambah khasanah silaturrahim dan pertemanan mereka. Tapi peluang itu hilang karena direnggut oleh pesona BB yang begitu menyedot konsentrasi.
Untuk para profesional berkebutuhan khusus, dengan lalu-lintas komunikasi yang padat, BB dibutuhkan karena alasan praktis dan kecepatan. Tapi untuk rata-rata pekerja biasa pada umumnya, rasanya BB hanya akan mengantarkan mereka pada lorong keterasingan dari pergaulan di alam nyata.
Benda lain yang tak kalah sering membuat kita khilaf adalah Credit Card. Bila kita belum memiliki ilmu pengendalian diri, maka CC ditangan adalah bencana. CC memberikan kita akses untuk berhutang secara gampang, hanya dengan menggesek kartu kita tlah berhutang…ngeri kan?
Memang, di tangan orang-orang tertentu yang ahli dalam pengelolaan keuangan dan bijak dalam pembelanjaan, CC sangat berguna. Sementarabagi khalayak banyak yang tidak paham urgensi memiliki CC, merekaberburu dan mengoleksi CC demi gengsi. Sungguh, aku tak mengerti, apa nilai gengsi dari sebuah kartu hutang?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H