Mohon tunggu...
Ayu Bejoo
Ayu Bejoo Mohon Tunggu... Jurnalis - Moody Writer

Moody Writer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Acara Istimewa, Gugatan "Class Action" dan Putusan Verstek

16 Desember 2018   11:26 Diperbarui: 16 Desember 2018   12:04 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Pengadilan Agama Sinjai

 

 

Latar Belakang

Setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan berhak untuk membela haknya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini menjadi dasar pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata. Secara umum model gugatan perdata ada dua macam, yaitu gugatan yang dilakukan di luar pengadilan yang dikenal dengan sebutan non-litigasi, sedangkan gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata.

Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya. Kedua, sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action). Gugatan secara class action atau gugatan kelompok telah lama dikenal dan berlaku di negara-negara yang menganut sistem hukum common law, seperti Inggris dan negara bekas jajahannya. 

Di Indonesia, gugatan ini pertama kali diperkenalkan melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan perwakilan kelompok, maka Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili suatu perkara tertentu, terdapat salah satu pihak, baik pihak penggugat ke semuanya maupun pihak tergugat ke semuanya tidak hadir atau tidak menyuruh perwakilannya untuk menghadap sidang yang telah ditentukan, maka berlakulah acara istimewa yang diatur dalam pasal 124 dan 125 HIR. Sehingga demikian, pada makalah kali ini, kami akan mencoba untuk membahas lebih dalam terkait gugatan class action dan putusan verstek.

Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan gugatan class action?

Mengapa gugatan class action digunakan?

Apa saja syarat mengajukan gugatan class action?

Bagaimana cara mengajukan gugatan class action?

Apa yang dimaksud dengan putusan verstek ?

Bagaimana cara pemberitahuan putusan verstek ?

Apakah ada upaya hukum terhadap putusan verstek ?

BAB II

PEMBAHASAN 

 A. Pengertian Gugatan Class Action

Gugatan Perwakilan Kelompok (Gugatan class action) adalah tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok untuk mengajukan gugatan bagi diri mereka sendiri, sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud. Sementara itu, yang dimaksud dengan wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang mendapat kerugian, mengajukan gugatan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. 

Contoh: Dalam kegiatan Operasional Nelayas Desa (OND) telah disepakati bahwa suatu desa akan mendapatkan dana OND apabila kelompok di desa tersebut yang sudah mendapatkan pinjaman telah melunasi pinjamannya. Akan tetapi kelompok tersebut menunggak pengembalian pinjaman sehingga masyarakat desa tidak bisa memanfaatkan dana OND. Karena merasa dirugikan, anggota masyarakat dapat bersama-sama mengajukan gugatan kepada kelompok tersebut dalam satu gugatan[1]. 

B. Penggunaan Gugatan Class Action 

Class action merupakan suatu metode bagi perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama-sama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan. Hal ini berarti bahwa kegunaan class action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis, menghindari putusan yang berulang-ulang, yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama.

Syarat Mengajukan Gugatan Class Action

Dasar hukum untuk melakukan gugatan class action adalah PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok Gugatan, dengan demikian prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

 

Numerosity, yaitu gugatan yang menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu diartikan dengan lebih dari 10 orang, sehingga tidaklah efektif apabila gugatan dilakukan perorangan atau bersama-sama dalam satu gugatan.

Commonality, yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law) yang bersifat substansial antara perwakilan kelompok dengan anggota kelompok, misalnya: Pencemaran disebabkan dari sumber yang sama, yang berlangsung dalam waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa pembuangan limbah cair di lokasi yang sama.

Tipicality, yaitu adanya kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dengan anggota kelompok. Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis tuntutannya sama, misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, di mana setiap orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang diderita.

Adequacy of Representation, perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dapat dikatakan layak dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a. Harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya.

b. Memiliki bukti-bukti yang kuat.

c. Jujur

d. Memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan bersama.

e. Mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan anggota kelompoknya.

f. Sanggup menanggulangi biaya-biaya perkara di pengadilan dn membayar surat gugatan. Selain harus memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata, pun harus memuat:

 

Identitas lengkap dan jelas.

Definisi kelompok secara rinci dan spesifik.

Keterangan tentang anggota kelompok.

Posita dari seluruh kelompok.

 

Jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam satu gugatan dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian.

Tuntutan atau petitum ganti rugi, mekanisme pendistribusian, dan usulan pembentukan tim.[2]

 

Tata Cara Mengajukan Gugatan Class Action

Dimulai dengan gugatan didaftarkan ke Peradilan Umum, segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan gugatan kelompok dinyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan kepada anggota kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah, atau langsung kepada anggota kelompok. Setelah pemberitahuan dilakukan, anggota kelompok dalam jangka waktu tertentu diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Seterusnya proses persidangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata[3].

Pengertian Gugur dan Verstek

Jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili suatu perkara tertentu, salah satu pihak, baik pihak penggugat ke semuanya maupun pihak tergugat ke semuanya tidak hadir atau tidak menyuruh perwakilannya untuk menghadap sidang yang telah ditentukan, maka berlakulah acara istimewa yang diatur dalam pasal 124 dan 125 HIR.

Perlu dikemukakan bahwa, apabila ada banyak penggugat atau banyak tergugat, maka haruslah ke semuanya penggugat dan ke semuanya tergugat yang tidak hadir. Apabila dari pihak penggugat/tergugat ada yang hadir, acara istimewa ini tidak berlaku, sidang akan diundur dan perkara tersebut pada akhirnya diputus menurut acara biasa.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini kami muat ketentuan pasal 124 HIR yang mengatur perihal gugur, yang berbunyi sebagai berikut: Jikalau si penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap ke Pengadilan Negeri pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh orang lain menghadap selaku wakilnya, maka gugatannya dipandang gugur dan si penggugat dikenakan biaya perkara, akan tetapi si penggugat memiliki hak mendaftar kembali gugatan tersebut setelah membayar biaya perkara.

Juga apabila, meskipun pihak penggugat telah dipanggil dengan patut, pihak penggugat telah mengirim orang atau surat yang menyatakan bahwa pihak penggugat berhalangan secara sah, semisal: Oleh karena ia sedang sakit parah atau pihak penggugat telah mengutus wakilnya, namun ternyata surat kuasa yang telah ia berikan kepada wakilnya itu tidak memenuhi persyaratan (di dalamnya terdapat kesalahan) maka hakim harus cukup bijaksana untuk mengundurkan sidang[4].

Pada pasal 125 Ayat (1) HIR yang mengatur perihal verstek menyatakan: Apabila pada hari yang telah ditentukan, tergugat tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir (verstek), kecuali jika ternyata bagi Pengadilan Negeri bahwa gugatan tersebut melawan hak atau tidak beralasan". 

Adakalanya tergugat maupun  kuasanya tidak hadir pada sidang pertama. Akan tetapi mengirimkan jawaban yang memuat tangkisan eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, maka pengadilan wajib memberi putusan atas tangkisan tersebut setelah mendengar pihak penggugat. Jika tangkisan ditolak, barulah memutus pokok perkaranya. ( pasal 125 (2)HIR/149(2) RBG)[5].

 

F. Dasar Hukum Putusan Verstek[6]

1. Pasal 125 ayat 1,2,3,4 HIR
 a. Pasal 125 HIR
 (1) Jika Tergugat, meskipun dipanggil dengan sah, tidak datang pada hari yang ditentukan, dan tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tanpa kehadiran (verstek), kecuali kalau nyata bagi pengadilan negeri bahwa tuntutan itu melawan hak atau tiada beralasan. (RV. 78; IR. 102, 122 d,t.).
 (2) Akan tetapi jika si tergugat, dalam surat jawabannya tersebut pada pasal 121, mengemukakan eksepsi (tangkisan) bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak datang, wajiblah pengadilan negeri mengambil keputusan tentang eksepsi itu, sesudah mendengar penggugat itu; hanya jika eksepsi itu tidak dibenarkan, pengadilan negeri boleh memutuskan perkara itu.
 (3) Jika tuntutan diterima, maka keputusan pengadilan atas perintah ketua, harus diberitahukan kepada si terhukum, dan harus diterangkan bahwa ia berhak mengajukan perlawanan terhadap keputusan pula kepadanya, usan tak hadir di muka majelis pengadilan itu dalam waktu dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129.
 (4) Panitera pengadilan negeri akan mencatat di bawah keputusan tak hadir itu siapa yang diperintahkan menyampaikan pemberitahuan dan keterangan itu, baik dengan surat maupun dengan lisan. 

2. Pasal 126 , 127, 128 HIRa.  Pasal 126Dalam hal tersebut pada kedua pasal di atas ini, pengadilan negeri, sebelum menjatuhkan keputusan, boleh memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil sekali iagi untuk menghadap pada hari persidangan lain, yang diberitahukan oleh ketua dalam persidangan kepada pihak yang datang; bagi pihak yang datang itu, pemberitahuan itu sama dengan panggilan. b. Pasal 127
Jika seorang tergugat atau lebih tidak menghadap dan tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka pemeriksaan perkara itu akan ditangguhkan sampai pada hari persidangan lain, yang tidak lama sesudah hari itu penangguhan itu diberitahukan dalam persidangan kepada pihak yang hadir, dan bagi mereka pemberitahu,, itu sama dengan panggilan; sedang si tergugat yang tidak datang, atas perintah ketua, harus dipanggil sekali lagi untuk menghadap pada hari persidangan yang lain. Pada hari itulah perkara itu diperiksa, dan kemudian diputuskan bagi sekalian pihak dengan satu keputusan, yang terhadapnya tak boleh diadakan perlawanan keputusan tanpa kehadiran. (RV. 81.) c.  Pasal 128(1) Keputusan hakim yang dijatuhkan dengan keputusan tanpa kehadiran, tidak boleh dijalankan sebelum lewat empat belas hari sesudah pemberitahuan tersebut pada pasal 125. (2) Jika sangat perlu, atas permintaan penggugat, entah permintaan lisan entah permintaan tertulis, ketua boleh memerintahkan supaya keputusan hakim itu dilaksanakan sebelum lewat jangka waktu itu, entah dalam keputusan itu, sentah sesudah keputusan itu dijatuhkan (RV.82.). 
3. Pasal 149 ayat 1, 2,3,4 RBga. Pasal 149 RBg(1) Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya (verstek) kecuali bila temyata menurut pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai dasar hukum atau tidak beralasan.(2) Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan sanggahan tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika sanggahan itu tidak dibenarkan, mengainbil keputusan tentang pokok perkaranya. (3) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah ketua pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan sekaligus diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu serta dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan negeri yang sama.(4) Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengaduan negeri tersebut dibubuhkan catatan tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan tersebut dan apa yang telah dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan. (IR. 125)


4. Pasal 150, 151, 152, 153 RBg
a. Pasal 150

Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu, sebelum mengambil sesuatu keputusan, maka ketua pengaduan negeri dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak yang hadir penentuan hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (IR. 126). 
b. Pasal 151

Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap dan tidak ada yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampal suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. penundaan itu di dalam sidang itu diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan, sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan. (RBg. 1925; Rv. 8i, IR. 127.). 

c.   Pasal 152

(1) Putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dilaksanakan sebelum lewat empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam pasal 149. 

(2) Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum tenggang waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan maupun atas perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan tertulis ataupun lisan dari penggugat. (Rv. 82; IR. 128.)

d.  Pasal 153 

(1) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan.

(2) Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah pemberitahuan itu. Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal 207, atau, bila ia tidak datang menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan sepatutnya, terhitung sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam pasal 208 dilaksanakan. (Rv. 83.). 

(3) (s.d.t. dg. S. 1939-715.) pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk memperpanjang menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat di muka.

(4) Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku untuk gugatangugatan perdata biasa. 

(5) Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputusan-keputusan, kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan meskipun ada perlawanan.

(6) Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan tuntutan perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. (IR. 129). 

e.   Pasal 154

(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya. 

(2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.

(3) Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding. 

(4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.).

Pihak tergugat yang tidak pernah hadir dalam persidangan akan diberikan putusan verstek dan pihak tergugat dapat atau diperbolehkan mengajukan perlawanan verstek dalam tingkat banding terhadap putusan verstek dengan jangka waktu selama 14 hari terhitung setelah adanya putusan verstek. Diatur dalam pasal 125; 1 dan 3 / pasal 128; 1 / pasal 129; 1,2,3,4 HIR JO / Pasal 149;3 / pasal 151;1 dan 2 RBg.

  G. Isi Putusan
 

Isi putusan hakim dalam persidangan hukum acara perdata di pengadilan diatur dalam HIR Pasal 178,182,184,185,187 HIR:a. Pasal 178
(1) Pada waktu bermusyawarah, hakim, karena jabatannya, wajib melengkapi segala alas an hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. (RO. 39, 41; IR. 184.).
(2) Hakim itu wajib mengadili semua bagian tuntutan.
(3) Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada yang dituntut. (Rv. 50.)
 

b.  Pasal 182

(s.d. u. dg. S. 1927-248jo. 338.) Hukuman membayar biaya perkara tidak boleh melebihi: 

1. biaya kantor panitera pengadilan dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara itu;

2. biaya saksi, ahli dan juru bahasa, terhitung juga biaya sumpah mereka itu, dengan pengertian, bahwa pihak yang minta supaya diperiksa lebih dari lima orang saksi tentang satu kejadian tidak boleh menuntut pembayaran biaya kesaksian yang lebih itu kepada lawannya; 

3. biaya pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang bersangkutan dengan perkara itu;

4. gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan segala surat juru sita yang lain; 

5. biaya tersebut pada pasal 138 ayat (6);

6. gaji yang harus dibayar kepada panitera pengadilan atau pegawai lain karena menjalankan keputusan hakim; semuanya itu menurut peraturan dan tarif yang telah atau akan ditetapkan oleh pemerintah (Gubernur Jenderal), atau jika itu tidak ada, menurut taksiran ketua. 


c.  Pasal 184

(1) Dalam putusan hakim harus dicantumkan ringkasan yangjelas dari tuntutan dan jawaban serta dari alasan keputusan itu; begitu juga, harus dicantumkan keterangan tersebut pada ayat (14) pasal 7 "Reglemen susunan kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia", keputusan pengadilan negeri tentang pokok perkara dan besarnya biaya, serta pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak itu pada waktu dijatuhkan keputusan itu. 

(2) Dalam putusan hakim yang berdasarkan peraturan undang-undang yang pasti, peraturan itu harus disebutkan. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61; Sv. 174; IR. 178 dst., 181 dst., 185 dst., 319.)

(3) Putusan hakim itu ditanda. 

d.  Pasal 185

(1) Putusan hakim yang bukan putusan terakhir, sekalipun harus diucapkan dalam persidangan, tidaklah dibuat tersendiri, melainkan hanya dicatat dalam berita acara persidangan. 

(2) Tiap-tiap pihak boleh meminta salinan-salinan otentik dari catatan itu atas biaya masingmasing. (Rv. 48; Sv. 420; IR. 184, 186 dst.).

e.  Pasal 187 

(1) Jika ketua tak dapat menandatangani keputusan hakim atau berita acara persidangan, maka penandatanganan dilakukan oleh anggota yang ikut serta memeriksa perkara itu, yang pangkatnya setingkat di bawah pangkat ketua. 

(2) Jika Panitera pengadilan tak dapat menandatangani keputusan atau berita acara persidangan itu, maka hal itu harus disebutkan dengan tegas dalam berita acara persidangan itu. (RO. 52; Rv. 63; IR. 184, 186, 322.).

f.  Pasal 61 RV 

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Keputusan wajib diucapkan sendiri oleh hakim dan berisi: (RO.29; Rv. 47, 64 dst., 632; IR. 184; RBg. 195.).

10. nama-nama serta tempat tinggal para pihak serta nama-nama para pengacara, jika digunakan pengacara; (Rv. 8-10 dan 20; 106 dst.; S. 1853-64.) 

20. pendapat akhir dari kesimpulan penuntut umum dalam hal ia didengar; (Rv. 322.).

30. pertimbangan para penasihat menurut pasal 7 RO. dalam perkara-perkara yang memerlukan nasihat mereka; 

40. dasar pertimbangan-pertimbangan putusan, tentang kejadian-kejadian serta tentang hukumya, masing-masing sendiri dan keputusannya. (RO. 30 dst., 173; Rv. 50, 414; IR. 184.).

Pada akhimya disebut juga nama-nama hakim yang mengadili perkara serta penuntut umum yang mengikuti persidangan-persidangan. (RO. 121, 154; Sv. 174.). g. Pasal 194 RBg

Di dalam surat keputusan harus disebutkan:

10. biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termasuk biaya yang timbul sesudah ada putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian oleh ketua;

20. jumlah biaya, kerugian dan bunga, jika putusan itu mengandung penghukuman untuk membayarnya. (Rv. 607, 610; IR. 183.).

h.  Pasal 195 RBg 

(1) Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan apa yang dimaksud dalam pasal 7 RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.

(2)Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus menyebutkan peraturan-peraturan itu. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.). 

(3)Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 43;IR. 184.).

i.  Pasal 198 RBg 

(1) Jika ketua berhalangan untuk menandatangard surat keputusan atau berita acara di siding pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang langsung ada di bawahnya yang ikut duduk dalam majelis.

(2) Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat keputusannya atau di dalam berita acara sidang. (RO. 52; Rv. 63; IR. 187.). 

j.  Pasal 50 dan 51 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Setiap putusan pengadilan juga harus ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang. Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang. 


 H. Tata Cara Pemberitahuan Putusan Verstek

Putusan verstek harus diberitahukan kepada orang yang dikalahkan dan kepadanya diterangkan bahwa ia berhak untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek tersebut terhadap Pengadilan Negeri yang sama, dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 129 HIR. 

Di bawah surat putusan verstek ditulis siapa yang diperintahkan untuk menjalankan pemberitahuan putusan tersebut secara lisan atau tertulis. Seperti halnya berita acara pemanggilan pihak-pihak untuk menghadap pada sidang Pengadilan Negeri, surat pemberitahuan putusan verstek dibuat oleh Juru sita[7].  I. Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek
 

Tergugat yang dikalahkan dengan putusan verstek dan tidak menerima dengan putusan tersebut dapat mengajukan perlawanan (verzet). Jika putusan itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan (verzet) dapat diterima dalam 14 hari setelah pemberitahuan. 

Jika putusan tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan (verzet) masih diterima sampai hari ke-8 setelah peneguran, atau dalam tidak hadir setelah dipanggil dengan patut, sampai pada hari ke-14 (khusus daerah luar Jawa dan Madura), ke-8 (Khusus Jawa dan Madura) setelah dijalankan surat perintah penyitaan. (pasal 129 (1) dan (2) HIR/153 (1) dan (2) RBG).

Perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek diajukan dan diperiksa dengan cara bias,a sama halnya dengan gugatan hal perdata. Ketika perlawan telah diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri maka tertundalah perkerjaan menjalankan putusan verstek, kecuali jika telah diperintahkan bahwa putusan tersebut dapat dijalankan walaupun ada perlawanan. Apabila telah dijatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya maka perlawanan selanjutnya yang diajukan oleh tergugat tidak dapat diterima. (Pasal 129 (3) s.d. (5) HIR/153 (3)s.d. (5) RBG).

Putusan yang dijatuhkan dengan verstek, tidak boleh dijalankan sebelum lewat 15 hari sesudah putusan (Pasal 129 HIR). Kalau sangat perlu, maka dapat diperintahkan supaya putusan tersebut dijalankan sebelum melewati batas waktu, baik dalam surat putusan maupun oleh ketua, sesudah dijatuhkan putusan atas permintaan penggugat dengan lisan atau tulisan. (Pasal 125 (1) dan (2) HIR/152 (1) dan (2) RBG)[8].

Dalam putusan verstek gugatan penggugat tidak selalu dikabulkan. Pada hakikatnya, hukum verstek berfungsi untuk merealisasi asas Audi et Alteram Partem, jadi kepentingan tergugatpun harus diperhatikan, sehingga seharusnya secara ex-officio hakim mempelajari gugatan. Tetapi dalam praktek, sering gugatan penggugat dikabulkan dalam putusan verstek tanpa mempelajari gugatan terlebih dahulu[9]. 
BAB III
 PENUTUP

  A. KESIMPULAN

Secara umum model gugatan perdata ada dua macam, yaitu gugatan yang dilakukan di luar pengadilan yang dikenal dengan sebutan non-litigasi, sedangkan gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata. 

Gugatan perdata sendiri dapat dilakukakan dengan dua cara; Pertama, oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya. Kedua, oleh sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama atau dikenal dengan class action. Bahkan demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan perwakilan kelompok, Mahkamah Agung sendiri telah mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Gugatan Perwakilan Kelompok (Gugatan class action) merupakan tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok untuk mengajukan gugatan bagi diri mereka sendiri, sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dengan anggota kelompok yang dimaksud. 

Class action merupakan suatu metode bagi perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama-sama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.

Dasar hukum untuk melakukan gugatan class action adalah PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok Gugatan, sehingga harus memenuhi beberapa syarat, yang meliputi: numerosity, commonality, tipicality, dan adequacy of representation. 

Tata cara mengajukan class action sendiri ada tiga: PendaftaranPemberitahuan kepada kelompok.Sidang

Jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili suatu perkara tertentu, salah satu pihak, baik pihak penggugat ke semuanya maupun pihak tergugat ke semuanya tidak hadir atau tidak menyuruh perwakilannya untuk menghadap sidang yang telah ditentukan, maka berlakulah acara istimewa. Adakalanya tergugat maupun  kuasanya tidak hadir pada sidang pertama. Akan tetapi mengirimkan jawaban yang memuat tangkisan eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, maka pengadilan wajib memberi putusan atas tangkisan tersebut setelah mendengar pihak penggugat. Jika tangkisan ditolak, barulah memutus pokok perkaranya. 

Tergugat yang dikalahkan dengan putusan verstek dan tidak menerima dengan putusan tersebut dapat mengajukan perlawanan (verzet). Jika putusan itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan (verzet) dapat diterima dalam 14 hari setelah pemberitahuan.


 DAFTAR PUSTAKA
 

Mertokusumo, Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. 

Santosa, Achmad. 1997. Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action). Jakarta: ICEL. 

Sundari. 2002. Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan dan Penerapannya di Indonesia). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 

Susantio, Retnowulan. 1997.  Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Mandara Maju. 

Taufik, Moh. Makarao. 2004. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Rineka Cipta.

   


   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun