Libur semester hanya ada dalam hitungan minggu, dan deadline tugas hanya dalam hitungan hari. Ada beberapa tugas yang belum terselesaikan. Sengaja aku tidak menerima tawaran untuk menjadi guru private agar dapat focus pada tugas-tugasku. Untung saja besok hanya ada satu mata kuliah, dengan begitu aku dapat datang ke perpustakaan lebih awal.
Pagi-pagi sekali ponselku yang kata orang out of date berbunyi keras sekali. Rupanya dosenku menelepon dan memintaku untuk memberitahukan bahwa beliau tidak dapat hadir pagi ini pada teman-teman lainya. Mataku yang semula enggan terbuka kini terbelalak lebar. Cairan mata yang mulai mengkristal otomatis pecah dan menghilang. “Pagi ini kelas kosong, guys!!!” dengan sekali pencet, pesan singkat itu pun terkirim ke semua layar-layar ponsel canggih. Rupanya dalam situasi seperti ini jenis ponsel tidak lah begitu berpengaruh.
Pukul 08.00 aku membuka pintu perpustakaan. Rupanya aku pengunjung pertama pagi ini. Pak Tresno terlihat masih sibuk merapikan meja dan beberapa buku yang belum sempat dikembalikan kemarin. “Pagi sekali kamu datang?” sapa Pak Tresno.
“Iya, ya. Rajin sekali saya ini,” pujiku sendiri.
Seperti biasa, aku mengambil posisi di tepat di bawah Air Conditioner agar dapat lebih berkonsentrasi. Jika kata Dr. Oz berada di bawah AC itu tidak baik karena dapat menyebabkan Brain Freeze, tapi sepertinya itu tidak berlaku untukku. Aku malah akan susah berfikir jika sedikit saja keringat keluar dari pori-pori.
“Assalamu’alaikum, Pak,” terdengar seseorang mengucapkan salam pada Pak Tresno. Aku pun langsung berhambur dan mendatangi sumber suara karena aku pikir itu mas Agus. Semula aku bersemangat sekali menyapa pemilik suara tersebut agar dapat meminjam novel, namun setelah tahu itu bukan lah mas Agus, aku hanya diam dan malu. “Maaf, saya salah orang.” Hari ini rupanya mas Agus absen dan digantikan pemuda yang aku belum pernah temui sebelumnya.
Sudah lima jam aku berada di perpustakaan, membaca setiap lembaran yang aku butuhkan sebagai referensi tugas dan sesekali aku pun mengamati pemuda pengganti mas Agus. Jika diperhatikan dari tingkahnya, ia pemuda yang ramah juga sopan. Begitu juga dengan tutur katanya. Pak Tresno yang baru mengenalnya pun sudah langsung akrab dengannya. Yang lebih membuatku kagum, diwaktu istirahanya ia lebih memilih untuk menghadap-Nya dan membaca beberapa ayat firman-Nya dari pada harus pergi ke kantin seperti orang-orang seusianya.
“Ada yang bisa saya bantu?”
“Boleh minta tolong untuk mengecek apa buku tentang Psychology anak masih dipinjam?” dengan sigap pemuda yang baru aku tahu namanya dari name-tag adalah Azka Ali Shafa mengetikkan buku yang aku tanyakan.
“Masih, mbak. Tapi disini ada buku Psychology anak lainya namun dengan pengarang yang berbeda. Kalau mbak mau saya bisa membantu mencarinya.”
Masyaallah, aku benar-benar kagum dibuatnya. Tidak hanya sikap dan tutur katanya, jika dilihat lebih dekat parasnya pun juga baik.
“Ah, tidak terimakasih. Saya akan mencarinya sendiri.” Tidak ingin terlarut untuk memanjakan mata, aku pun segera mengambil tasku dan pulang. Aku tidak bisa mengotori tekad bulatku untuk tetap fokus pada sekolah dengan niat-niat lainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H