Mohon tunggu...
Ayid Suyitno
Ayid Suyitno Mohon Tunggu... -

Lebih 100 media memuat tulisannya. Lebih 100 lainnya menjadi Donor Darah di PMI Kramat, Jakarta Pusat. Pernah menjadi guru dan dosen.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dicari, Dokter Kehidupan

2 Januari 2015   14:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

SUNGGUH, istilah DOKTER KEHIDUPAN yang aku munculkan ini bukan berasal dari diriku. Melainkan anak lanangku, Daffa Maulana Dewandi. Semalaman tak bisa tidur ia melontarkan kalimat ini bahwa yang paling dibutuhkan Papanya, yakni aku, saat ini adalah dokter kehidupan. Orang yang bisa menyembuhkan penyakit kemiskinan yang tengah melandaku.

Aku berpikir. Aku merenung. Ada benarnya yang bernama dokter kehidupan itu. Ia bukanlah dokter yang umumnya kita kenal dengan kemampuan mengobati berbagai macam penyakit. Ia bukanlah ustadz, ulama, atau pemuka agama yang biasanya memberi penerangan dalam bidang keagamaan. Ia bukanlah guru yang memberikan kita ilmu dan pengetahuan. Ia bukanlah pejabat yang menenteramkan kita dengan perintah, aturan, dan pelaksanaannya. Ia bukanlah bos yang menawarkan pekerjaan dan untuk itu kita menerima gaji setiap bulan, mungkin seminggu sekali; berikut bonus dan tunjangannya. Ia bukanlah filsuf yang mengkaji kehidupan secara matang dan mendalam.

Ia, dokter kehidupan, adalah orang yang mampu memberi kenyang pada kanker alias kantong kering. Membuka jalan penghidupan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Orang sering bilang kita harus bersyukur. Karena masih diberi hidup, dikasih rejeki, lebih baik dari yang lainnya. Kita memang belum punya mobil, namun ada motor. Kita memang masih ngontrak, namun tidak tidur beratapkan langit. Kita memang.....

Ada lagi yang bilang bahwa jika kita beriman akan dicukupkanNya. Namun, banyak yang hidup jauh dari iman secara kasat mata sangat berkecukupan. Meski berlimpah tahta dan harta sering dibilang sebagai cobaan yang lebih berat dibandingkan mencari rejeki yang untuk makan sehari tiga kali dengan empat sehat lima sempurna sangat susah.

Dokter kehidupan, tentu, tidak seperti cerita para pesohor yang telah mendapatkan nasib baiknya. Bahkan, pertapa yang sudah menyerahkan hidupnya pada kepasrahan. Ia adalah yang dicari setiap orang yang terpuruk kesehariannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun