Pemerataan transportasi umum berbasis rel di Indonesia bertujuan untuk mengurangi polusi udara serta kemacetan yang sering terjadi. Mobilitas manusia menggunakan kendaraan bermotor menyebabkan peningkatan polusi udara, yang memiliki dampak serius terhadap kesehatan manusia, seperti risiko infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Banyak kota besar di Indonesia menghadapi masalah tingkat polusi udara yang tinggi. Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, misalnya, saat ini menduduki peringkat ke-8 sebagai kota besar dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia, dengan indeks kualitas udara mencapai 109, menunjukkan bahwa udara di kota tersebut tidak sehat untuk kelompok sensitif.
Pertanyaannya adalah bagaimana pemerintah dapat mengatasi penurunan polusi udara, terutama di ibu kota, yang sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari masyarakat di sana. Mayoritas penduduk ibu kota bekerja di kantor dan bergantung pada mobilitas menggunakan kendaraan pribadi yang berkontribusi pada kemacetan. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, indeks kemacetan Jakarta telah naik menjadi peringkat 29 di dunia, meningkat dari peringkat 46 sebelumnya menurut riset TomTom International. Ini menunjukkan bahwa penanganan polusi dan kemacetan adalah tanggung jawab bersama seluruh warga Jakarta.
Menggunakan moda transportasi massal seperti kereta api sangat penting dalam mengatasi masalah kemacetan, terutama di ibu kota. Kereta api berbasis rel memiliki efisiensi yang tinggi karena mampu mengangkut banyak penumpang sekaligus. Sebagai contoh, satu rangkaian kereta api jarak jauh yang terdiri dari 8 hingga 14 gerbong dapat menampung hingga 1.120 tempat duduk dalam satu perjalanan.
Keunggulan kapasitas angkut yang besar ini membuat kereta api menjadi pilihan yang efektif untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan raya, sehingga berpotensi mengurangi kemacetan dan juga polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Selain itu, penggunaan transportasi berbasis rel seperti kereta api juga dapat memberikan mobilitas yang lebih lancar dan dapat diandalkan bagi masyarakat kota yang banyak bekerja di pusat-pusat perkantoran.Jika dibandingkan dengan mobil pribadi yang biasanya dapat mengangkut 7 orang atau sepeda motor yang dapat mengangkut 2 orang, kereta api memiliki kapasitas angkut yang jauh lebih besar. Sekali perjalanan, kereta api dapat menggantikan sekitar 160 mobil atau 560 motor.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Bisnis, Energi, dan Strategi Industri Inggris, melalui Our World in Data yang dilansir oleh rakyat.news, emisi CO2 per penumpang per kilometer pada kereta api adalah sekitar 41 gram. Sementara itu, sepeda motor menghasilkan sekitar 103 gram CO2 per penumpang per kilometer, dan mobil mencapai sekitar 192 gram CO2 per penumpang per kilometer.
Dengan demikian, saat kereta api mengangkut 1.120 penumpang, emisi CO2 yang dihasilkan hanya sekitar 45.920 gram per kilometer. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan emisi CO2 yang dihasilkan oleh sepeda motor (115.360 gram) dan mobil (215.040 gram) dalam perjalanan yang sama. Oleh karena itu, penggunaan kereta api sebagai moda transportasi massal dapat signifikan mengurangi jejak karbon dan polusi udara dibandingkan dengan penggunaan mobil pribadi atau sepeda motor.
Ditulis oleh Ayesha Nitya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H