[caption id="attachment_123651" align="alignnone" width="384" caption="Ayep2pac"][/caption]
Menganggap mudah hal yang bersifat samar seperti menerka-nerkakeikhlasan seseorang adalah masalah besar yang kerap diremehkan oleh kebanyakan orang, karenanya budaya mencuri secara terang-terangan atau ghosob bukan lagidianggap hal yang tabu. Sebaliknya masalah ini menjadi semakin suram ketika sebagian orang sengaja meminjam atau mengambil barang orang lain dengan tanpa niatan untuk mengembalikannnya, toh kenyataannya banyak orang meminjam barang milik orang lain dan ia malas atau pura-pura lupa untuk mengembalikannnya, sampai si empunya mengingatkan. Tanggung jawab peminjam sebenarnya lumayan berat, konsekwensinya jika barang tersebut hilang atau rusak maka peminjam bertanggung jawab untuk mengganti kekurangannya sampai mengganti yang baru, baik rusak dengan sengaja maupun kecelakaan. peminjam secara penuh bertanggung jawab atas barang tersebut. Sebaliknya penyewa hanya bertanggung jawab ketika merusaknya dengan sengaja. istilahnya yadud doman dan yadul amanah.
Dalam prakteknya istilah mencuri dan ghosab hanya berbeda dalam cara pengambilannya. Mencuri biasanya dilakukan secara diam-diam dan tidak dilihat orang, sementara ghosob dilakukan dengan cara terang-terangan baik diketahui pemilik maupun tidak. Walaupun ada keterangan hadis yang menyatakan diizinkanya menggunakan barang milik orang lain tanpa izin ketika kita tahu bahwa sang pemilik pasti ikhlas atas apa yang telah dipinjaminya. Syarat mengetahui keihkhlasan seseorang adalah syarat yang hampir mustahil terealisasikan, belum tentu orang yang wajahnya tersenyum ketika dipinjami barangnya tanpa izin berarti itu tanda si pemilik ikhlas. Paling tidak ada sisi samar ( belum jelas halal haramnya) yang telah kita lakukan dalam transaksi pinjam meminjam itu. Kecuali jika sebelumnya sang pemilik melafadzkan kata-kata: “silahkan” atau “tidak apa-apa”. Pemberian izin secara langsung dengan kata-kata seperti iniakan memperjelas hukum boleh atau dilarangnyamemakai barang milik mereka.
Dosa kejahatan pelaku ghosob akan terus mengalirselama sesuatu yang diambilnya belum dikembalikan -serta membayar kekurangan jika ada-.Selain itu,ghosob juga menyebabkan amal ibadahpelakunyamenjadi nihil (sah dan menggugurkan kewajiban tapi tidak berpahala), seperti ketika kitamenggunakan rumah orang lain tanpa izin untuk melakukan sholat.Meskipun sholat ditempat ghosob dihukumi sah jika memang memenuhi syarat rukunnya tapi dalam masalah pahala diatetap tidak mendapatkannya karena efek negatif dari dosa ghosob tersebut.
Dilihat dari sisi manapun budaya ghosob sangat hina dan memiliki banyak madharat, ironis sekali, zaman telah berubah dan manusia sudah biasa mengambil hak milik orang lain secara terang-terangan. Bukankah hukum Indonesia juga melegalkan korupsi berjamaah!
inspirasi dari-
Tetanggaku, seorangImam Masjid curhat atas hilangnya sepasang sandal di teras salah satu asrama pesantren dekat Masjid. Sabar ya pak kiyai.
[Telkomsel Ramadhanku]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H