Seseorang yang memelihara burung mesti akan mengalokasikan waktu dan perhtian untuk bertanggung jawab akan perawatan burungnnya. Pun begitu dengan guru, seniman, pedagang dan segala apapun dalam bumi manusia ini.Â
Maka jika beliau SAW memilih harta yang sekuantitas dengan yang dimiliki Sulaiman akankah akan eksis suatu ajaran seperti yang kita rasakan sekarang? Suatu ajaran yang tetap eksis dan bahkan disanjung-sanjung meski setelah beberapa ribu tahun selepas kepulangan beliau kehadirat penguasa semesta.Â
Islam... Jika yang dipilih beliau adalah harta lantas harta akan menuntut tanggung jawab waktu dan perhatian beliau. Dan dengan demikian yang selanjutnya terjadi adalah beliau akan paling terakhir masuk kedalam surga, yang mana merupakan suatu simbol bahwa surga yang dimaksudkan dan diimpikan beliau bukanlah surga dalam artian materialistik, namun sekli lagi, ummati, ummati, ummati.Â
Puncak kebahagiaan beliau adalah rakyat. Maka pusat perhatian hidup beliau adalah rakyat. Segala suguhan hidangan kemewahan harta benda yang tinggal disuapkan malah ditampik tak menjadi perhatian.Â
Beliau berpuasa yang sebenar-benarnya puasa, bukan sebatas rutinitas tahunan dalam sebagian potongan waktu kehidupan, namun yang adalah merupakan kehidupan itu sendiri. Beliau bukan hanya puasa dalam hidup namun hidup dalam puasa.
Sepertinya tak dapat dipungkiri bahwa harta memang pantas dinobatkan menjadi perhiasan dunia. Kita tidak asing mungkin dengan istilah; harta, tahta, wanita.Â
Manusia, sesuai definisinya, adalah hewan yang berakal. Tanpa akalnya ia hanya sebatas menjadi hewan. Akal adalah bekal dari Tuhan untuk manusia mengenal kebijaksanaan.Â
Namun bekal yang Tuhan berikan acapkali tidak kita indahkan dan kebijaksanaan telah luntur maka kehidupan penuh diwarnai ilusi-ilusi yang sebatas buaian materi.Â
Maka jadilah manusia anjing yang disuruh-suruh majikan-nya, kuda yang dipecut kusirnya, ayam yang disabung pemiliknya. Karena yang dimahkotakan adalah harta. Kehidupan disetir harta. Pemegang kekuasaan memangku jabatan atas amanah harta bukan lagi perintah hati nurani.Â
Maka untuk mengembalikan kebijaksanaan kedalam dekapan sangat penting menghayati puasa sedalam-dalamnya agar dapat memahami tangung jawab hingga pada aspek mendasarnya.Â
Bertanggung jawab untuk, seperti kata Frankl, dapat menjadi manusia. Agar manusia tidak menjadi, seperti ungkapan David Riesman, other direct, dikendalikan oleh hal di luar diri sendiri. Supaya manusia benar-benar seutuhnya menjadi manusia.