Janji Jino Mencoret Dahi
Oleh: Aydi Rainkarnichi
Â
Piracy is Crime! Gaungnya menggelar mengetarkan para pelaku pembajakan di negari Entuh Berentuh. Pembajakan tak dapat dibendung lagi, terutama pembajakan film. Orang perfilman akhirnya membuat keputusan yang teramat konyol, tapi langkah ini harus diambil, guna menyelamatkan dunia perfilman di negeri Entuh ini. Kurang lebih isinya menyatakan bahwa file digital dari film yang beredar dan atau diputar di bioskop hanya satu hingga dua saja.
Kedua file itu dipercayakan pada dua orang pengantar film, salah satunya bernama Jino. File digital itu diproteksi dengan super ketat, hanya Jino dan satu orang lagi yang telah tewas karena digelitik telapak kaki dan ketiaknya oleh para pelaku pembajak film. Ia tewas kehabisan tawa, hingga hilang nyawa. Aku, Jino, tak mau berakhir tragis seperti itu, mati rasa kehabisan tawa, ngeri sekali.
Selepas kulepas sepatu dan kupasang lagi sepatu itu dan kulepas lagi karena tertukar kanan kiri. Efek terlalu pening, seakan kaki di kepala, kepala di kaki, pikiranku --sudah jangan kau lanjutkan bernyanyi. Aku bergegas pergi hendak mengantarkan file film yang sudah ditunggu bioskop yang kebagian jadwal tayang hari ini. Kupastikan terlebih dulu bahan bakar kendaraan yang dipakai mencukupi. Sebuah papan skateboard bertenaga jet-lah yang sehari-hari kunaiki sebagai penunjang aktivitasku menyampaikan film dari bioskop satu ke bioskop lainnya.
Pekerjaan ini bukan main-main, aku sudah seperti super hero atau agen rahasia yang diutus menyelesaikan misi sekaligus memberi tanda kejahatan, mencoret dahi para pelaku pembajakan dengan cat semprot yang tak dapat di hapus selama satu tahun. Partikel cat ini mampu memuat puluhan pico chip yang tersebar acak, menginfeksi saraf, berfungsi mengendalikan rasa.
Dalam setiap perjalanan mengantar film, ada salah satu hal yang kukhawatirkan. Adalah burung, kicauan burung beo peliharaan para pembajak yang mampu menirukan perintah suara guna mengendalikan skateboard yang kutumpangi secara remote, pun dari jarak kurang dari 5 meter dalam kontak langsung. Apalagi ketika harus terpaksa lewat pasar burung, sekedar untuk mencoret dahi orang yang sudah diidentifikasi sebelumnya oleh Agen Blue.
Untungnya jam-jam segini pasar burung sudah bubar, berganti pedagang kaki lima dan kios menjajakan barang digital. Gadget yang kupakai menginformasikan, pasar burung aman damai tentram, kian memesona. Aku sempatkan mampir ke sana hendak menyapa paman rekanku  yang mati kehabisan tawa itu, sekaligus mengambil barang berharga.
Dari kajauhan ia langsung menyapa, "Mampir dulu, Dek Jin! Ngopi-ngopi nih, stok kopi kesukaanmu masih ada tuh."
Aku menghampirinya, "Eh, itu siapa?"