Bahkan jika wanita lebih tua misalnya, mempunyai karir yang lebih maju, penghasilan yang lebih tinggi, atau bahkan jika dia termasuk dalam kelas sosial tinggi daripada laki-laki.Â
Di satu sisi, pernikahan merupakan sebuah institusi yang justru menjadi kaki tangan dari patriarki, namun di sisi lain, apakah proses sosialisasi ideologi patriarki justru terjadi di dalam keluarga? Mungkin ideologi tersebut dapat menjadi kesetaraan apabila setiap pasangan mendiskusikan kebutuhan laki-laki dan perempuan serta membagi tugas sehingga terjalin hubungan yang baik antara perempuan dan laki-laki.
"Saya merupakan salah satu korban dari ideologi patriarki. Saya memilih untuk meninggalkan pasangan yang sudah melamar saya karena tampaknya ia dan keluarganya enggan mendukung saya melanjutkan karir dan menginginkan saya hanya berfokus menjadi ibu rumah tangga," tutur wanita berinisial SR, salah satu pengunjung Monas juga. Agaknya, terbukti bahwa beberapa laki-laki merasa terganggu dengan kondisi strata sosial pasangannya yang lebih baik daripada dirinya.Â
Keberhasilan suatu hubungan tampaknya dapat berjalan dengan baik jika kita menemukan pasangan yang setara dalam bidang apapun, yang mempunyai pola pikir bahwa pasangannya harus dihargai, didukung untuk cantik, berpendidikan baik, dibimbing menuju jalan yang lebih baik, bukan hanya lelaki yang mengharuskan perempuan berada di ranah sumur, kasur, dan dapur.
*Disclaimer: terwawancara sudah menyetujui hasil wawancara untuk dipublish di media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H