Mohon tunggu...
Zulkarnain El-Madury
Zulkarnain El-Madury Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menganut Theologi Anti Paganisme/Syirik.\r\nTauhid adalah pahamku\r\nSyariat adalah hukumku\r\nAllah adalah Tuhanku\r\nMuhammad adalah Metode (manhaj)hidupku

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Habib Cabul Nakal Tetap Harus di Hukum , Kalau Perlu Di Pancung

20 Februari 2012   07:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila disebut Habib, pasti yang di maksud adalah cucu cucu Rasulullah, merupakan nama paggilan lain dari Syarif atau Sayyid. Memang di Indonesia kata “Habib” amat sangat di mulyakan, di puja dan disegani. Seolah bila menyebut salah paggilan habib merupakan “kesalahan besar” terhadap agama. Bahkan kalau yang melangsir berita negatif tentang habib adalah Media yang tidak beridentitas agama, muncul pernyataan sumbang, itu media kafirlah, media setanlah, ya macam macam stempel diberikan oleh para pemujanya.

Contohnya berita sekitar Habib yang dilangsir oleh Kompas.com, Detik.com dan berbagai Media umum , ada yang menanggapi miring, seolah berita media yang bukan Islam tidak halal dibaca. Padahal berita nyata tersebut sangat mengandung resiko sangat besar  bila media berdusta. Lalu Bagaimana sikap para tokoh tokoh umat masa lalu dalam menanggapi keturunan Rasulullah yang nakal atau berjiwa preman…..

Firman Allah:


إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu(QS Al-Hujuroot : 13).

Menurut kalangan Mufassir, jelas hanya orang yang paling mulya disisi-Nya, hanyalah orang orang bertakwa, mereka yang mau menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Bukan karena gelar dan keturunan. Tak ada jaminan bahwa keturunan rasulullah pasti masuk surga. Yang ada justru orang biasa yang bertakwa yang bisa sampai pada kedudukan Rasulullah, makan tertinggi disisinya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barang siapa yang amalannya memperlambatnya maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya" (HR Muslim no 2699)…Hadist ini menjelaskan nasab yang tidak bertakwa tak akan mampu meraih apa yang diraih nasabnya. Misalkan Nabi nasabnya, tak akan bisa meraih kedudukan disisinya bagi mereka yang tidak bertakwa.

Al-Imam An-Nawawi mengomentari hadits ini :

مَعْنَاهُ مَنْ كَانَ عَمَلُهُ نَاقِصًا لَمْ يُلْحِقْهُ بِمَرْتَبَةِ أَصْحَابِ الأَعْمَالِ فَيَنْبَغِى أَنْ لاَ يَتَّكِلَ عَلَى شَرَفِ النَّسَبِ وَفَضِيْلَةِ الآبَاءِ وَيُقَصِّرُ فِى الْعَمَلِ

"Makna hadits ini yaitu barang siapa yang amalnya kurang maka nasabnya tidak akan membuatnya sampai pada kedudukan orang-orang yang beramal, maka seyogyanya agar ia tidak bersandar kepada kemuliaan nasabnya dan keutamaan leluhurnya lalu kurang dalam beramal" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 17/22-23). Jelas bukan “nasab” tak akan bisa mengangkat derajat orang yang menyalahi ajaran nasabnya. Dalam hal ini habib cabul tak ada hubungan apa apa dengan kerasulan Nabi Muhammad, tatkala habi melanggar perintah “Nasab”.

Ibnu Rojab Al-Hanbali berkata :

فَمَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ أَنْ يَبْلُغَ بِهِ الْمَنَازِلَ الْعَالِيَةَ عِنْدَ اللهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ فَيُبَلِّغُهُ تِلْكَ الدَّرَجَاتِ، فَإِنَّ الله تَعَالَى رَتَّبَ الْجَزَاءَ عَلَى الأَعْمَالِ لاَ عَلَى الأَنْسَابِ كَمَا قَالَ تَعَالَى فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ فَلاَ أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَتَسَاءَلُوْنَ

"Barangsiapa yang amalnya lambat dalam mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah maka nasabnya tidak akan mempercepat dia untuk mencapai derajat yang tinggi tersebut. Karena Allah memberi ganjaran/balasan atas amalan dan bukan atas nasab sebagaimana firman Allah..”

Ibnu Rojab berkata selanjutnya:

"Dan dalam Musnad (Ahmad) dari Mu'adz bin Jabal bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus beliau ke negeri Yaman maka Nabi keluar bersama beliau sambil memberi wasiat kepada beliau, lalu Nabi berpaling dan menghadap ke kota Madinah dengan wajahnya dan berkata :

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ، مَنْ كَانُوْا حَيْثُ كَانُوْا

"Sesungguhnya orang-orang yang paling dekat dengan aku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa saja mereka dan di mana saja mereka" (*HR Ahmad no 22052). Maka hanya takwa yang bisa disebut nasab yang sebenarnya, sehingga kedudukan orang orang bertakwa tanpa harus melihat dari keturunan nabi sendiri. Siapapun mereka asalkan bisa sampai pada tingkat takwa, maka dialah yang paling dekat dengan Rasulullah. Bukan keturunannya.

Dan At-Thobroni mengeluarkan hadits ini dengan tambahan :

إِنَّ أَهْلَ بَيْتِي هَؤُلاَءِ يَرَوْنَ أَنَّهُمْ أَوْلَى النَّاسِ بِي وَلَيْسَ كَذَلِكَ، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنْكُمُ الْمُتَّقُوْنَ مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا
"Sesungguhnya Ahlul Bait (para cucu nabi) mereka memandang bahwasanya mereka adalah orang yang paling dekat denganku, dan perkaranya tidak demikian, sesungguhnya para wali-waliku dari kalian adalah orang-orang yang bertakwa, siapapun mereka dan di manapun mereka" (HR At-Thobroni 20/120 dan Ibnu Hibbaan dalam shahihnya no 647. Al-Haitsaimy dalam Majma' Az-Zawaid (10/400) berkata : Isnadnya jayyid (baik), demikian juga Syu'aib Al-Arnauuth berkata : Isnadnya kuat)…

Disini memperjelas, kalau keturunan bukanlah apa apa, tatkala menjauhkan diri akhlaq awalnya, kemungkinan besar akan menjauhkan diri dari Rasulullah , bagi seorang keturunan Rasulullah yang tidak sejalan dengannya.  JANGANLAH PARA HABIB MARAH , TIDAK BOLEH MERADANG PADA MEDIA, KALAU MEMANG SALAH YA HARUS MENGAKUI SALAH, BAHKAN INGATLAH DENGAN PERNYATAN NABI:” Andaikata Fatimah, anakku mencuri, pasti akan kupotongan tangannya”..Lalu bagaimana dengan habib habib yang melanggar , apalagi persolan zina atau sodomi, sudah sepantasnya  menerima hukuman pancung. Kalau nyata dapat di buktikan secara hukum, jangan kemudian mengelak dan mengancam korban, tetapi harus jantan , memberi contoh untuk tegaknya hukum di bumi pertiwi ini. Apalagi kalau menurut hukum Islam, bila ada 4 saksi, sudah sah habib itu harus di hukum berat, tanpa perlu pembela lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun