Mohon tunggu...
Ayatulloh Marsai
Ayatulloh Marsai Mohon Tunggu... Guru - Guru, Mengajar di Al-Khairiyah Karangtengah - Cilegon

Pendiri Komunitas Literasi Damar26

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menulis, Bekerja untuk Keabadian

7 April 2011   09:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:02 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Oleh Ayatulloh Marsai

"Orang boleh pintar setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Begitulah seorang Pram menulis. Dia seolah berkata: "menulislah, maka engkau akan abadi!" karena memang dengan menulis kita akan mampu mengabadikan diri sepanjang zaman, meski jasad kita sudah menjadi tanah. Buktinya, kita masih bisa berguru pada 'orang-orang hebat' yang sudah lama meninggal seperti, Plato, Aristoteles, Ibnu Ishak, Ibnu Kasir, al-Khawarizm, Umar Khayam. Dari Imam Nawawi al-Bantany, Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, dan banyak lagi. Karya-karya mereka masih setia membimbing umat manusia hingga sekarang.

Maka benar pepatah, "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama". Nama mereka sampai kapanpun akan selalu disebut dalam kancah keilmuan mereka. Pendapat mereka akan terus dikutip dan terus dikutip dalam setiap kesempatan yang sesuai. Nama dan karya mereka tetap bertebaran memberikan manfaat pada kehidupan ini meskipun secara fisik mereka sudah menjadi tanah.

Tidak mustahil, bahkan biasa terjadi, tulisan memberikan kekuatan perlawanan terhadap sebuah keadaan. Kekuatannya lebih dari senjata M-16 maupun AK-47. Seperti Hitler bisa menguasai Jerman dan menggerakan Otto Bismarch untuk menguasai Eropa, dengan ide-ide yang dituliskan dalam "Mein Keimph".

Dalam sejarah panjang perjuangan Indonesia melawan penjajah Belanda, juga tidak sepi dari para pejuang pena. Diantaranya adalah Ki Hajar Dewantara, dia menulis, "Seandainya Aku Orang Belanda", pada saat Belanda melaksanakan pesta ulang tahun ke-100 di Indoneisa. Tulisannya mendapat sambutan hangat dari kaum humanis Belanda dan menjadi kegelisahan tersendiri bagi kerajaan Belanda. Dan, tidak lama setelah tulisan itu beredar, kerajaan Belanda mengeluarkan kebijakan politik balas budi (politik etis). Isinya adalah transmigrasi, irigasi dan edukasi. Dengan ketiga program ini, kerajaan Belanda bermaksud memberikan atau mengembalikan sedikit keuntungan mereka untuk penduduk "boemi poetra" melalui program yang berorientasi pribumi. Perubahan orientasi politik kerajaan Belanda ini, sekali lagi akibat sebuah karya tulis seorang Ki Hajar Dewantara, yang patut dipegang sampai sekarang.

Semua Orang Bisa Menulis

Apakah setiap orang bisa menulis? Tentu saja bisa, asalkan mau berlatih setiap hari. Menulis bukan pengetahuan melainkan keterampilan, siapa pun yang rutin berlatih maka dia akan terbiasa dan bisa. Setelah terbiasa dan bisa, seseorang akan sampai pada tahapan memperbaiki kualitas tulisan tersebut.

Menulislah, diary atau catatan harian sekalipun. Banyak contoh karya besar yang merupakan diary atau catatan harian seseorang. Misalnya, "Catatan Harian Ahmad Wahib", diterbitkan LP3ES, Jakarta, merupakan catatan-catatan singkat Ahmad Wahib. Juga surat-surat Kartini yang kemudian dibukuan oleh Armine Pane dengan judul, "Dari Gelap Terbitlah Terang". Dua karya ini pada zaman yang melampaui penulisnya sendiri, telah merubah pandangan dunia tentang Islam dan perempuan. Karya Ahmad Wahib berpengaruh besar menggeser tradisi berfikir Islam Indonesia, dari cara berfikir dogmatis menjadi berfikir merdeka. Lebih besar lagi pengaruhnya terhadap organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hidup Ahmad Wahib yang singkat tidak mengakhiri pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran Islam Indonesia, ternyata tulisannya abadi menjadi inspirasi generasi muda muslim, baik Indonesia maupun dunia.

Sementara, karya Kartini, telah merubah nasib perempuan Indonesia pada masa jauh setelah Kartini meninggal. Tulisan-tulisan Kartini telah mengentaskan perempuan Indonesia dari diskriminasi gender, menuju kesetaraan gender di Indonesia. Inilah kekuatan tulisan, menembus ruang dan waktu.

Bagaimana seseorang bisa menulis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun