[caption id="attachment_116876" align="aligncenter" width="655" caption="dokumentasi,Sumber:http://www.gpdiworld.us/wp-content/uploads/2011/03/divorce.jpg"][/caption] Perceraian yang kini semakin meningkat bukan hanya terjadi dikalangan artis saja, di masyarakat umum perceraian kini menjadi semakin merebak. Sesungguhnya dalam ajaran islam pun perceraian bukan suatu hal yang disukai, bahkan dalam ajaran islam perceraian merupakan hal yang sangat dikecam kecuali ada alasan yang sah, dan pasangan yang akan bercerai sudah mengupayakan dan mengusahakan untuk mempertahankannya dan mungkin jalan terbaiknya adalah perceraian. Perceraian yang terjadi di dalam kehidupan tanpa di undang dan diharapkan, sama halnya dengan hidup, mati, rejeki, jodoh dan maut, semuanya tidak ada yang tahu, karena manusia hanya berencana Tuhan yang menentukan. Karena semuanya tidak direncanakan maka kita selaku orang tua yang bertanggung jawab, yang telah memiliki buah hati dari pernikahan harus memikirkan baik dan buruknya akibat dari perceraian bagi perkembangan physikologis anak-anak . Sehubungan dengan perceraian ini tentu yang menjadi korban adalah anak-anak, terutama menyangkut hak asuh anak. Hak asuh anak membutuhkan waktu persidangan yang panjang dan lama di pengadilan, karena masing-masing kedua orang tua tidak mau mengalah. Jika terjadi hal tersebut biasanya hakim akan menentukan anak di bawah usia 12 tahun akan ikut dengan ibunya dan anak usia diatas 12 tahun sudah dapat menentukan pilihan akan ikut ayah atau ibunya. Ada beberapa orang tua yang menetukan pilihan sendiri, meski anak masih beusia 5 tahun sudah harus mengikuti aturan orangtuanya , misalnya 1 minggu ikut dengan ayah 1 minggu ikut dengan ibunya, hal ini terjadi pada salah satu kawan putri saya. Sangat kasihan memang anak seusia ini harus berpindah-pindah tempat tinggal, terkadang jika si anak tinggal dengan ayahnya, anak ini sering memakai seragam yang salah. Salah satu anak korban percerain yang lain adalah anak yang dulu sangat hyperaktif dan sangat terkenal nakal sejak ia duduk di kelas TK A. Tiba-tiba ketika ibunya menikah lagi perkembangannya berubah sangat drastis, anak ini menjadi sangat pendiam. Perubahan ini mungkin akibat pengaruh lingkungan baru di mana kondisi dahulu Ia tidak memiliki ayah sekarang ada ayah baru yang perlu penyesuaian. Anak lain yang tak kalah menyedihkan akibat dari perceraian orang tuanya, jika ingin bertemu dengan ayahnya hanya bisa bertemu ketika waktu istirahat sekolah, karena nenek dan kakeknya ikut campur dalam membatasi frekuensi pertemuan dengan putrinya tersebut. Ini hanya beberapa contoh kasus yang langung saya lihat sendiri, dan masih banyak kasus anak-anak lain akibat dari perceraian ini. Tak ada seorang pun yang ketika dahulu melakukan pernikahan, mengharapkan perceraian. Apalagi jika dalam pernikahan tersebut telah dikarunia putra/putri. Walaupun demikian tentu adakalanya ada sesuatu yang tidak bisa dipertahankan yang telah melewati prinsip dalam berumah tangga yang mengakibatkan perceraian. Dampak dari perceraian terhadap anak banyak sekali, ada anak yang cenderung menjadi positif atau lebih dewasa tapi hal ini sedikit terjadi, karena kebanyakan dari dampak perceraian anak cenderung bersikap negatif, menjadi pemurung, pemarah, pendiam atau mempunyai dunia sendiri karena enggan untuk memikirkan akibat percekcokan orangtuanya. Akibat dari perceraian, anak bisa mengalami trauma, di mana anak enggan untuk menikah ketika dewasa karena ketakutannya untuk berkomitmen dan pengaruh buruk dari perceraian kedua orang tuanya. Hidup tidak stabil karena harus membagi waktu antara kedua orang tuanya dan kesulitan ekonomi karena pembagian pendapatan kedua orangtuanya. Kurangnya kasih sayang dari kedua orangtua akan membawa dampak buruk bagi anak, maka selaku orangtua yang mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan jiwa anak ,sebaiknya hindari perceraian selama itu masih bisa diselesaikan , jadikan lah perceraian hal yang sangat paling akhir dan sudah tidak ada titik temu dalam penyelesainnya. Karena bagaimana pun akibat keegoisan orang tua tentu anaklah yang akan menjadi korban. Sumber: Dari Berbagai Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H