Mohon tunggu...
Allighiero
Allighiero Mohon Tunggu... -

Psikolog

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Memahami Strategi Alfred Riedl

23 November 2014   19:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:03 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelatih timnas Indonesia, Alfred Riedl berkali-kali mengangkat tangannya memberikan instruksi agar para  pemain belakang memainkan umpan-umpan panjang ke depan saat Indonesia berhadapan dengan Vietnam dalam laga perdana Piala AFF Suzuki Cup 2014, Sabtu malam (22/11) yang berakhir imbang dengan skor 2-2.

Instruksi ini ditaati oleh semua pemain di setiap lini nyaris dengan membabi buta. Kita kemudian disuguhi tontonan atraksi bola yang terus menerus beterbangan dari garis belakang menuju daerah pertahanan Vietnam tanpa perduli  apakah bola itu akan tepat sasaran atau malah dengan mudah  diambil pemain belakang lawan, yang terakhir ini yang paling sering terjadi.

Boaz Solossa yang begitu dominan dan atraktif  bila bermain dengan klubnya Persipura nampak kebingungan dan tak mampu mengantisipasi pola permainan ini.  Tidak sekalipun kita melihatnya melepas tendangan ke gawang lawan karena bola yang datangnya serba tanggung keburu direbut pemain Vietnam, demikian juga dengan Sergio  Van Dijk.

Padahal seperti yang kita tahu, Boaz adalah penyerang yang eksplosif  bila mendapat sodoran bola datar  menuju sisi kosong yang bisa dikejar sambil mengelabui lawan yang mengawalnya.

Mengapa Alfred Riedl memaksakan taktik longpass atau umpan-umpan panjang ke depan  dan bukan meminta para pemainnya membangun serangan dengan sabar dari bawah melalui umpan-umpan pendek dan baru melepaskan umpan diagonal ke arah luar memanfaatkan kekuatan penyerangan dari sayap pada saat yang tepat?

Menurut pendapat saya, ini ada hubungannya dengan pengalaman Riedl melatih timnas Vietnam selama enam tahun. Dia mengenal persis gaya permainan anak-anak Vietnam ini. Meskipun mempunyai postur tubuh yang kecil tetapi mereka sangat cepat dan berani berduel satu lawan satu. Para pemain belakang Vietnam juga terbiasa ikut maju untuk membantu serangan. Ini sangat merepotkan dan berbahaya.

Dengan persiapan minim akibat jadwal Liga Super Indonesia yang amburadul, Alfred sadar bawah timnas Indonesia akan kedodoran  menghadapi Vietnam dengan cara dan pola biasa yang sudah diketahui oleh  pelatih Vietnam asal JepangToshiya Miura. Alfred Riedl meminta anak asuhnya untuk   memberi umpan lambung terus menerus ke depan agar para bek Vietnam tidak berani maju untuk membantu serangan. Mereka harus terus menjaga pergerakan Sergio Van Dijk dan Boaz di daerah sendiri.

Alfed Riedl  memilih Manahati Lestusen yang lebih mobil dan Raphael Maitimo yang lebih kokoh untuk memperkuat lini tengah Indonesia dari pada Firman Utina dan Imanuel Wanggai yang piawai mengatur ritme permainan.

Akibatnya kita menyaksikan betapa monotonnya permainan Indonesia   sepanjang pertandingan babak pertama maupun babak kedua. Setelah Firman Utina masuk menggantikan Manahati Lestusen baru serangan Indonesia terlihat sedikit lebih hidup.

“Saya bangga dengan para pemain saya. Mereka mencoba sampai detik-detik terakhir menggunakan semua bagian tubuh dan mendapat imbalan keberuntungan dengan gol," demikian kata  manajer Timnas Indonesia, Alfred Riedl, di situs Piala AFF Suzuki 2014.

Indonesia memang beruntung kali ini  berhasil menahan gempuran demi gempuran yang dilakukan oleh para pemain Vietnam sepanjang pertandingan berlangsung. Bila saja Opa Riedl tidak melakukan pergantian pemain dengan memasukkan Samsul Arif dan  menarik keluar Boaz Solossa, mungkin Indonesia akan kalah.

Gol penyeimbang yang dilesakkan oleh Samsul Arif untuk menyamakan kedudukan pada menit ke 84 merupakan gol keberuntungan karena blunder fatal kiper Vietnam Nguyen Manh yang tak lengket menangkap  bola sehingga lolos lewat sela-sela kakinya.

Melawan Filipina yang merupakan lawan Indonesia berikutnya kita mengharapkan Riedl tidak lagi menerapkan pola sepak bola tarkam seperti ini. Filipina yang mengkandaskan Laos 4-1  pada hari yang sama adalah lawan berat yang berbeda.

Filipina banyak diperkuat oleh pemain naturalisasi yang mempunyai postur tubuh tinggi. Kembali memainkan umpan-umpan panjang ke depan tentu menjadi tidak efektif. Kelemahan alamiah Indonesia adalah postur tubuh. Adalah bodoh jika terus menerus mengandalkan taktiklong direct pass apalagi jika bertemu lawan dengan postur yang lebih kokoh. Para pemain belakang kita perlu belajar dari pengalaman melawan Suriah dalam laga uji coba terakhir mereka.

Kita berharap, si Opa akan memaksimalkan kembali kekuatan lapangan tengah Indonesia dengan menampilkan  Firman Utina dan terutama  Evan Dimas agar variasi serangan Indonesia lebih hidup. Evan Dimas meskipun masih muda, tetapi mempunyai skill yang mumpuni dan otak yang cerdas. Ia juga punya pengalaman di timnas U-19 dalam memberikan bola umpan datar dan throw pass yang amat disukai oleh pemain sayap maupun striker.

Filipina merupakan kunci langkah berikutnya menuju semi final. Strategi dilapangan tetap dibutuhkan, tetapi masyarakat Indonesia menginginkan aksi yang memikat bukan gaya yang monoton. Masih ada waktu untuk menyaksikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun