Mohon tunggu...
Ayanna Suci Ambarwati
Ayanna Suci Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional 2023.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan Liberalisme dalam Hubungan Indonesia-Cina

8 Desember 2024   18:15 Diperbarui: 8 Desember 2024   20:25 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendekatan Liberalisme dalam Hubungan Indonesia-Cina: Studi Kasus Diplomasi Infrastruktur melalui Proyek Belt and Road Initiative di Era Jokowi

Pendekatan liberalisme dalam politik luar negeri menekankan kerja sama internasional yang saling menguntungkan, saling ketergantungan ekonomi, dan penguatan institusi multilateral, seperti yang tercermin dalam kebijakan luar negeri Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam konteks hubungan Indonesia-Cina, pendekatan ini terlihat jelas melalui keterlibatan Indonesia dalam Proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang diinisiasi oleh Cina dengan tujuan menghidupkan kembali Jalur Sutra melalui investasi infrastruktur global, memberikan peluang bagi Indonesia untuk mempercepat pembangunan nasional sekaligus memperkuat konektivitas internasional. Namun, implementasi proyek ini juga menghadirkan tantangan geopolitik dan risiko ekonomi yang perlu dikelola dengan hati-hati.

Dalam diplomasi infrastruktur, pendekatan liberalisme diterapkan melalui keterlibatan aktif dalam inisiatif multilateral seperti BRI, yang mempromosikan kerja sama lintas negara untuk pembangunan bersama. Pemerintahan Jokowi telah mengadopsi prinsip-prinsip ini dalam kebijakan luar negerinya, dengan menempatkan Indonesia sebagai pemain utama dalam proyek BRI untuk meningkatkan konektivitas ekonomi dan politik di kawasan Asia Tenggara. Hal ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari jaringan global yang saling menguntungkan, sesuai dengan visi liberalisme.

Proyek Belt and Road Initiative adalah inisiatif strategis Cina untuk membangun jaringan infrastruktur global yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika dengan tujuan untuk meningkatkan perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi global. Dalam konteks Indonesia, BRI memiliki peran strategis karena posisi geografisnya yang menjadi penghubung utama antara Samudra Hindia dan Pasifik yang ditunjukkan dengan proyek-proyek seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pelabuhan, jalan tol, dan kawasan industri. Pemerintah Jokowi melihat BRI sebagai peluang untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional, mempercepat transformasi infrastruktur, dan memperkuat konektivitas domestik serta internasional.

Kerja sama Indonesia-Cina melalui BRI menawarkan berbagai peluang ekonomi yang signifikan melalui aliran investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat sektor-sektor industri terkait, seperti konstruksi, manufaktur, dan logistik. Selain itu, konektivitas yang ditingkatkan melalui proyek ini membuka akses bagi perdagangan internasional, memperkuat posisi strategis Indonesia dalam rantai pasok global. Selain mengatasi kesenjangan pembangunan di wilayah tertinggal, BRI juga meningkatkan efisiensi logistik dan daya saing ekonomi, berkontribusi pada transformasi struktural Indonesia.

Namun, di balik peluang yang ditawarkan, kerja sama dengan Cina melalui BRI juga menghadirkan tantangan geopolitik dan risiko ekonomi yang kompleks. Salah satu kekhawatiran utama adalah ketergantungan ekonomi yang tidak seimbang terhadap Cina. Investasi besar-besaran dan teknologi dari Cina dapat menimbulkan risiko utang yang berlebihan (debt trap), yang berpotensi membatasi kedaulatan ekonomi Indonesia.

Selain itu, posisi Indonesia dalam rivalitas strategis antara Amerika Serikat dan Cina menjadi semakin rumit, dengan BRI sering dianggap sebagai alat geopolitik Cina untuk memperluas pengaruhnya di kawasan. Di tingkat domestik, implementasi proyek-proyek BRI juga menuai kritik, terutama terkait transparansi pengelolaan dan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat lokal. Isu dominasi tenaga kerja asing dalam beberapa proyek BRI telah memicu perdebatan, yang menyoroti perlunya kebijakan yang lebih inklusif dan akuntabel.

Dalam menghadapi peluang dan tantangan yang dihadirkan oleh kerja sama Indonesia-Cina melalui Belt and Road Initiative (BRI), pendekatan liberalisme tetap menjadi landasan yang relevan untuk mengelola hubungan bilateral ini secara strategis. Liberalisme, dengan prinsip dasar kerja sama multilateral, transparansi, dan saling ketergantungan, memberikan panduan bagi Indonesia untuk memastikan bahwa kerja sama ini berjalan seimbang dan adil. Strategi diplomasi yang mendukung keterbukaan informasi dan keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan, baik domestik maupun internasional, memungkinkan Indonesia untuk tidak hanya menarik manfaat ekonomi tetapi juga membangun struktur ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Namun, keberhasilan pendekatan ini bergantung pada beberapa faktor krusial. Salah satunya adalah kemampuan Indonesia untuk memperkuat posisi tawar dalam setiap negosiasi, terutama dalam menentukan syarat kerja sama yang adil dan menguntungkan. Diversifikasi sumber investasi juga menjadi penting untuk mengurangi ketergantungan ekonomi yang berlebihan pada satu negara. Selain itu, Indonesia perlu memastikan bahwa proyek-proyek infrastruktur yang dilaksanakan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal, baik dalam bentuk penciptaan lapangan kerja, peningkatan konektivitas, maupun pembangunan yang inklusif. Dengan mengelola risiko secara cermat, pendekatan liberalisme dapat menjadi alat strategis untuk memaksimalkan potensi kerja sama BRI, sekaligus menjaga kedaulatan dan stabilitas ekonomi Indonesia di tengah dinamika geopolitik global.

Kesimpulannya, pendekatan liberalisme dalam politik luar negeri memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat pembangunan ekonomi melalui kerja sama dengan Cina dalam Proyek Belt and Road Initiative. Dengan memanfaatkan prinsip saling ketergantungan dan kerja sama internasional, Indonesia dapat memperkuat konektivitas domestik dan internasional, serta meningkatkan daya saing ekonominya di pasar global. Namun, tantangan geopolitik dan risiko ekonomi yang menyertai kerja sama ini memerlukan pengelolaan yang hati-hati agar tidak menimbulkan ketergantungan yang merugikan, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis seperti peningkatan transparansi, diversifikasi investasi, dan penguatan institusi nasional agar Indonesia dapat memanfaatkan kerja sama BRI secara optimal tanpa mengorbankan kedaulatannya. Dengan pendekatan yang tepat, kerja sama ini dapat menjadi katalis bagi pembangunan Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun