Mohon tunggu...
Achir Yani Hamid
Achir Yani Hamid Mohon Tunggu... profesional -

Guru Besar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pentingkah Perawat/Ners Berkiprah di Kancah Politik? Pembelajaran dari Pengesahan UU Keperawatan

12 Oktober 2014   17:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:21 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masalah kesehatan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan berbagai upaya komprehensif dan kontribusi dari berbagai pihak dan berbagai disiplin ilmu, termasuk keperawatan. Keperawatan sebagai salah satu profesi dengan disiplin ilmu yang unik dan dengan ciri praktik keperawatan bersifat konstan, kontinyu, koordinatif dan advokatif. Komunitas perawat/nersmerupakan mayoritas tenaga kesehatan dan penjalin kontak pertama dengan penerima pelayanan kesehatan, sangat menentukan pada penanganan masalah kesehatan serta perkembangan upaya kesehatan lebih lanjut. Keperawatan merupakan profesi yang sedang berproses memenuhi karakteristik yang dipersyaratkan untuk mendapatkan pengakuan sebagai profesi. Pada abad 20 yang dipertanyakan adalah “apa yang perawat/nerskerjakan”, pada abad 21 berkembang menjadi “apa yang perawat/nersketahui dan bagaimana mereka menggunakan pengetahuan tersebut untuk kepentingan orang yang dilayani.”Artinya body of knowledge keperawatan yang merupakan salah satu karakteristik profesi harus diaplikasikan dalam praktik keperawatan ilmiah yang unik untuk kemaslahatan ummat manusia, tidak merupakan bagian dari disiplin ilmu lain tapi bersifat saling melengkapi dengan disiplin ilmu lain yang fokus intervensinya adalah penerima pelayanan kesehatan.

Keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosis dan tritmen terhadap respons manusia, mempersyaratkan perawat/nersuntuk memandang dan memperlakukan manusia secara manusiawi sebagai mahluk yang utuh dan unik dengan beragam bentuk dan tingkat kebutuhan manusia. Keperawatan sebagai pelayanan professional dan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan merupakan kiat dan ilmu dalam memberikan asuhan keperawatan bio-psiko-sosial-kultural yang komprehensif kepada sistem klien yaitu individu, kelompok, keluarga dan komunitas, pada kondisi sakit maupun sehat sepanjang daur kehidupan. Keperawatan memberikan bantuan bagi mereka yang mengalami kelemahan karena ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmauan untuk hidup secara mandiri dan melakukan kegiatan hidup sehari hari. Bantuan diarahkan pada pemberian pelayanan kesehatan utama dalam upaya menghasilkan suatu perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan untuk memampukan semua orang mencapai kehidupan yang produktif. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat/nersmelalui kolaborasi atau bekerjasama dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, kesehatan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok.

Lingkup praktik keperawatan tidak hanya terbatas pada tugas, fungsi dan tanggung jawab yang spesifik, tetapi meliputi pemberian asuhan keperawatan langsung dan mengevaluasi pengaruhnya, memberikan advokasi pada klien dan untuk kesehatan, menyelia dan mendelegasikan pada yang lain, memimpin, mengelola, mengajarkan, melaksanakan riset dan mengembangkan kebijakan kesehatan bagi sistem pelayanan kesehatan. Selanjutnya, mengingat lingkup praktik merupakan suatu yang dinamis dan responsif terhadap kebutuhan kesehatan, pengembangan pengetahuan dan kemajuan tehnologi, diperlukan telaah secara berkala untuk memastikan bahwa tetap konsisten dengan kebutuhan kesehatan terkini serta mendukung peningkatan keberhasilan di bidang kesehatan.

Lingkup praktik keperawatan didefinisikan dalam kerangka kerja regulatori legislatif dan mengkomunikasikan kepada orang lain tentang peran, kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) serta akuntabilitas professional perawat/ners/ners. Kewenangan keperawatan diperoleh dari pengetahuan berdasarkan evidence dalam praktik. Bagaimanapun juga, keperawatan berhubungan dengan profesi kesehatan lain melalui kegiatan kolaborasi, merujuk dan berkordinasi, sehingga telah membangunbody of knowledge yang unik dan juga berbagi dalam praktik. Praktik dan kompetensi individu perawat/nersdalam lingkup praktik yang legal dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk, pendidikan, pengalaman, kepakaran dan minat serta konteks praktik. Pengakuan terhadap keunikan praktik keperawatan yang didukung oleh body of knowledge keperawatan perlu diatur sebagai sistem secara utuh dan ditetapkan oleh Undang Undang Keperawatan dibutuhkan untuk: (1) memberikan kepastian dan jaminan hukum bagitenaga perawat yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan keperawatan; (2) memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan keperawatan; (3) meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan dan mutu pelayanan keperawatan; (4) mempercepat keberhasilan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Undang Undang Keperawatan mengamanatkan terbentuknya suatu Badan Regulatori yang Independen yaitu Konsil Keperawatan Indonesia. Konsil ini berfungsi untuk melaksanakan pengaturan sistem kredensial yaitu pengakuan secara utuh. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan untuk memastikan bahwa perawat/nerskompeten dan mampu bekerja sesuai standar yang ditetapkan oleh profesi. Untuk itu, bagi perawat/ners yang lulus uji kompetensi, diberikan sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi ini menjadi dasar untuk meregistrasi perawat/ners dalam daftar nasional bahwa perawat/ners terdaftar memiliki kompetensi berstandar nasional. Nomor registrasi tersebut digunakan untuk memperoleh lisensi (ijin praktik) bagi perawat/ners. Uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan standar kompetensi nasional. Sehingga mobilisasi perawat/ners bekerja pindah daerah kerja, tidak memerlukan uji kompetensi di daerah tempat kerja baru. Setiap lima tahun, perawat/ners diwajibkan memperbaharui lisensinya dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, antara lain memenuhi jumlah SKP (Satuan Kredit Partisipasi) yang diperoleh melalui kegiatan seminar, pelatihan dan upaya pengembangan kemampuan professional lain. Ini diperlukan untuk memastikan bahwa perawat/ners tetap memiliki kompetensi yang diharapkan. Pemberlakuan uji kompetensi ini juga dilaksanakan bagi perawat asing yang akan masuk Indonesia. Hal ini menunjukkan perlakuan yang sama dalam upaya perlindungan bagi masyarakat Indonesia.

Pada saat Indonesia menjadi penyelenggara IWFF (ICN Workforce Forum) dan ANNAs (Asian National Nurses Associations) disepakati Jakarta Declaration oleh Asosiasi Perawat dari 10 negara Asia tanggal 25 November 2009, sbb:


  1. The Nursing Act is urgently neededto regulate the nursing system, to set the required competences,to protect the individual as the recipient of nursingcare, and to direct the nursesas a caring profession.
  2. The Nursing Act provides the basis for recognition of the profession across countries and ensures accurate data on the numbers and competencies of those registered

Keperawatan merupakan posisi kunci karena sifat pekerjaan perawat/ners yang dekat dengan masyarakat dalam kontak yang konstan dan terus menerus, sehingga memungkinkan perawat/ners berperan sebagai advokat dan kordinator dalam pelayanan kesehatan. Namun pada kenyataannya, keperawatan dan perawat/ners seringkali menjadi korban kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan olehbukan perawat/ners. Oleh karena itu, perawat/ners harus berperan aktif dalam arena politik dan juga dalam organisasi profesi. Untuk itu perawat/ners perlu memahami proses politik dan hal hal terkait dengan keputusan politik. Dengan banyaknya suara yang ingin didengar dalam lingkaran pengambilan keputusan, maka biasanya hanya orang yang memahami kekuasaan dan politik yang paling memungkinkan untuk memperoleh sumber sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan.

Sebenarnya dalam sejarah perkembangan keperawatan di dunia, perawat/ners selalu dilibatkan dalam politik. Florence Nightingale menggunakan kedekatannya dengan tokoh pejabat pemerintahan yang sangat berkuasa untuk mendapatkan suplai dan SDM yang diperlukan untuk merawat tentara yang luka saat perang Crimia. Hannah Ropes berjuang untuk perawat/ners bagi tentara korban Civil War, karena ia memahami siapa yang berpengaruh di Washington dan siapa yang mendukung upayanya demi tentara tsb (Lienhard, 2002 in Ellis & Hartley, 2008). Isabel Hampton memanfaatkan World’s Fair and Columbian Exposition untuk mengumpulkan perawat pemimpin membentukorganisasi keperawatan yang pertama. Rufaidah, perawat di zaman Nabi Muhammad, berhasil mempengaruhi Nabi untuk dapat membuka kemah perawatan di baris belakang pasukan Rasul, bahkan memperolah medali dari Nabi Muhammad yang konon dimakamkan bersama jenazah Rufaidah.

Di Indonesia, momentum utama proses perkembangan keperawatan sebagai profesi, yaitu ketika disepakatinya secara nasional pada tahun 1983 tentang definisi keperawatan sebagai profesi dan pendidikan keperawatan berada pada sistem pendidikan tinggi. Kebangkitan keperawatan sebagai profesi yang sekali gus merupakan deklarasi dan janji komunitas keperawatan kepada masyarakat Indonesia secara luas bahwa tenaga keperawatan sebagai tenaga professional mempunyai kewajiban peran dalam lingkup praktik keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi. Untuk itu, perawat/ners yang memenuhi kualifikasi diberi kewenangan untuk melakukan praktik. Berarti tidak bisa dipungkiri harus terjadi suatu pergeseran pandangan yang semula intervensi keperawatan sebagai bagian dari intervensi medik menjadi intervensi keperawatan yang mandiri, pendidikan keperawatan yang semula merupakan pendidikan vokasional yang berorientasi pada pendidikan di tatanan rumah sakit kemudian bergeser menjadi pendidikan profesi yang dikembangkan dalam sistem pendidikan tinggi atau universitas, dan perawat/ners yang semula mengelompokkan diri berdasarkan pekerjaan berkembang menjadi komunitas kesejawatan professional baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Setelah 31 tahun dari deklarasi pertama bahwa keperawatan sebagai profesi dan upaya menuju perwujudannya, ternyata tidak mudah dan berjalan tidak secepat yang diharapkan. Langkah penataan awal yang memang sudah dihadapkan pada berbagai tantangan, antara lain; jumlah mayoritas perawat/nersberpendidikan rendah, sangat langka posisi kunci di pemerintahan dan di parlemen yang dijabat oleh perawat/ners/ners, rasa kesatuan dan persatuan yang belum membudaya untuk memajukan profesi keperawatan, tekanan budaya hubungan kerja dengan profesi lain yang menempatkan perawat/ners dalam posisi tawar yang rendah, kolabarasi dan networking yang terbatas, kemampuan menulis dan mempublikasikan tulisan tentang profesi keperawatan dan kontribusinya bagi masyarakat masih rendah, dan tidak kalah pentingnya adalah rendahnya kemampuan perawat/ners untuk memahami tentang dimana keputusan strategis dibuat, siapa yang membuat keputusan, dan bagaimana perawat/ners bisa mempengaruhi proses pembuatan keputusan strategis yang akan menghasilkan kebijakan, peraturan dan perundang undangan. Cetusan awal untuk memiliki Undang undang keperawatan diinisiasi oleh PSIK FKUI sejak tahun 1989, mengingat pentingnya pengaturan lingkup praktik keperawatan di antara berbagai jenjang dan jenis tenaga perawat/ners dan juga antara perawat/ners dengan tenaga kesehatan lain (baca tulisan: Perjuangan Panjang Pengesahan UU Keperawatan).

Ada sepuluh strategi kunci untuk sukses ketika kita telah masuk dalam arena politik dalam rangka mensukseskan pengesahan suatu RUU.  Strategi kunci ini dihimpun dari berbagai tulisan dan pengalaman terdahulu dari berbagai sumber (Ridenour & Harris, 2010) dengan mengintegrasikan pengalaman perjuangan mendorong pengesahan RUU Keperawatan, sbb:


  1. Jangan berasumsi bahwa orang lain memahami apa maksud kita, oleh karena itu penting sekali untuk membuat tujuan tentang setiap kebijakan dan peraturan perundang undangan yang diperjuangkan, sejelas jelasnya bagi semua pihak yang berkepentingan termasuk pentingnya konsultasi publik.
  2. Mendengarkan tidak hanya apa yang dikatakan, tapi juga apa yang tidak dikatakan. Seringkali orang tidak menyampaikan perasaan, tujuan, atau motif yang sebenarnya. Hal ini tidak mudah untuk diamati, oleh sebab itu jadilah pendengar yang baik dan perhatikan dengan cermat apa yang tersirat namun tidak tersurat. Kendatipun demikian, janganlah kehilangan pandangan tentang maksud awal mengapa penting adanya kebijakan dan peraturan dan perundangan undangan tertentu. Perawat/nersjuga perlu terbuka untuk melakukan kompromasi tentang isu yang tidak kritikal.
  3. Mengetahui lingkungan legislatif dan memahami isu lain yang sedang dalam proses legislatif. Bagaimanapun juga apa yang sedang dibahas akan berpengaruh pada perjuangan pengesahan RUU Keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Mengabaikan lingkungan legislatif akan memperlambat proses RUU keperawatan.
  4. Selalu ingat bahwa segala sesuatu berhubungan, antara lain hubungan antara berbagai isu, dan tujuan kebijakan yang bisa bersifat mendukung atau tidak mendukung. Misalnya upaya Depkes untuk mengusulkan RUU Tenaga Kesehatan dan memasukkan tenaga keperawatan di dalam RUU Tenaga Kesehatan tersebut, perlu disikapi secara bijaksana dengan berbagai alasan mengapa profesi keperawatan memerlukanUU Keperawatan yang mengatur secara utuh sistem keperawatan di Indonesia yang bermanfaat untuk penataan secara nasional dan internasional dalam hubungannya dengan antara lain MRA (Mutual Recognition Arrangement). MRA mengatur tentang pengakuan bagi migrasi perawat/ners lintas Negara di era globalisasi yang harus dihadapi sebagai tantangan. Keberhasilan politik pada satu aspek dipengaruhi oleh keterlibatan perawat/ners pada aspek lain. Perlu diingat bahwa semua kebijakan, peraturan dan perundangan undangan khususnya di bidang kesehatan akan mempengaruhi perawat/nersdan selanjutnya akan mempengaruhi produk hukum itu sendiri.
  5. Selalu menyadari bahwa RUU Keperawatan bukan milik kita, tapi milik semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan yang akan dipengaruhi oleh adanya UU Keperawatan tersebut. Penting untuk memastikan semua pihak merasa memiliki atas UU Keperawatan dan secara psikologis akan menggerakkan dukungan untuk pengesahannya.
  6. Memastikan bahwa pemerintah pusat dan daerah, khususnya Kementritan teknis terkait mendapatkan informasi yang diperlukan. Mewakili komunitas perawat/nersIndonesia, PPNI di tingkat pusat maupun daerah perlu secara terus menerus memberikan informasi tentangalasan pentingnya UU Keperawatan dan informasi lain yang relevan dan didukung oleh data yang faktual dan aktual.
  7. Menjaga agar koalisi dan pemangku kepentingan untuk selalu mendapatkan informasi terkini. Dukungan koalisi sangat diperlukan sepanjang proses legislatif, oleh karena itu koalisi perlu mengetahui dukungan yang perlu ditingkatkan dan oposisi yang perlu dihindarkan. Negosiasi secara terus menerus memerlukan dukungan dari pihak yang telah memberikan dukungan sejak awal perjuangan.
  8. Bersabar, tidak kalah penting sebagai strategi kunci keberhasilan, karena proses legislatif menawarkan banyak peluang baik untuk aksi cepat maupun kelambanan dalam bergerak pada masa yang cukup panjang. Karena proses legislatif tidak dalam kendali organisasi profesi, sehingga perkembangan kemajuan juga tergantung pada apa yang terjadi dalam arena politik dan legislatif. Ini berarti bahwa selain dengan bersabar, kita juga harus selalu siap untuk membahasnya setiap saat.
  9. Melakukan hanya hal yang penting dan hindarkan yang tidak penting. Memahami bahwa RUU Keperawatan sedang berproses.Gerakan yang tidak simpatik dan counter productive di luar legislatif berpotensi menurunkan dukungan. Hindarkan sikap kasar, tidak menghormati walaupun sangat menggoda untuk melakukannya karena telah lama menahan perasaan tidak puas terhadap apa yang terjadi pada keperawatan dan perawat/ners/ners, tetap saja tidak perlu dilakukan karena akan berisiko membuat upaya yang sudah berhasil sampai tahap saat ini, menjadi mundur.
  10. Selalu ingat tujuan pentingnya Undang Undang keperawatan, karena upaya legislatif seharusnya menghasilkan sesuatu yang benar, tidak sesederhana hanya tentang “kemenangan”. Kadang kadang tujuan dicapai tanpa solusi legislatif. Jadi tidak sesederhana cukup berhasil dalam pengesahan, karena pengesahan itu sendiri bisa saja akan lebih berbahaya dari misi kita untuk melindungi publik.

Sebagai organisasi profesi, PPNI telah melakukan beberapa hal, antara lain: 1) melobi pemerintah dan badan pembuat kebijakan untuk memastikan keperawatan masuk di dalamnya; 2) memposisikan PPNI sebagai sumber pakar yang penting untuk mengatasi berbagai tantangan kesehatan; 3) waspada terhadap berbagai isu kesehatan dan publik yang berkembang; 4) memutuskan strategi yang paling tepat untuk keterlibatan perawat/nersdalam berbagai proses pembuatan kebijakan, peraturan dan perundang undangan; 5) membentuk aliansi strategik dengan organisasi lain yang setara dengan PPNI; 6) memastikan adanya pernyataan tertulis yang jelas dan disajikan secara professional; 7) menyusun pernyataan bersama dengan organisasi lain, jika diperlukan; 8) mengedukasi anggota tentang isu politik yang berkembang; 9) memastikan bahwa wakil PPNI dan focal points keperawatan adalah orang orang yang terpilih yang menguasai substansi dan mampu untuk berkomunikasi secara diplomatis; 10) menyiapkan generasi muda perawat/ners untuk peran kepemimpinan mempengaruhi keputusan kebijakan dan politik; 11) selalu menjalin hubungan dengan orang orang yang berpengaruh, khususnya politisi.

Self governance dan self regulated menjadi amat penting untuk terus diperjuangkan. Tanpa kemandirian profesi, maka akan sulit untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Globalisasi sangat berhubungan dengan kompetensi dan pengakuan yang dikuatkan secara hukum atas kompetensi yang dimiliki oleh perawat/nersdi tingkat nasional dan global. Kita sadari bahwa Generasi pendahulu telah meletakkan landasan yang kuat, generasi sekarang memperkuat landasan yang sudah dibangun dengan rancangan arah pengembangan proyektif jauh ke depan, maka tugas generasi keperawatan saat ini adalah mengisi bangunan dan merealisasikan keperawatan sebagai profesi agar selalu dekat dengan masyarakat, menjadi tidak saja sebagai suara komunitas keperawatan, tapi juga sebagai suara masyarakat luas yang paling memerlukan. Tentunya dengan pemahaman dan penghayatan bahwa tiap zaman mempunyai tantangan tersendiri, oleh karena itu membangun profesi keperawatan harus melalui pembangunan sistem dengan landasan konsep dan pemikiran proyektif yang kokoh dan tidak mudah goyah. Saya berharap, pada waktu yang tidak terlalu lama lagi perawat/ners Indonesia tidak lagi menjadi korban dari kebijakan, peraturan dan perundangundangan yang dibuat bukan oleh perawat/ners. Citra keperawatan sebagai profesi akan meningkat sejalan dengan makin dekat dan dikenalnya praktik keperawatan yang mandiri dan unik oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat Dunia yang didukung oleh Undang Undang Keperawatan dengan Konsil Keperawatan Indonesia sebagai Badan Regulatori Independen yang mengatur sistem uji kompetensi, sertifikasi kompetensi, registrasi dan pemberian lisensi bagi perawat/ners.

Sebagai akhir dari tulisan ini, saya ingin mengingatkan bahwa, “people will forget what you say to them but they will never forget how you make them feel”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun