Aku pernah mendengar bahwa dalam rumah tangga itu selalu ada masalah. Masalah itu cukup banyak ragamnya. Ada dari segi finansial, belum dikaruniai anak, punya anak tapi berkebutuhan khusus, perbedaan pola asuh antara orangtua tradisional dan modern, komentar tetangga atau saudara yang pedas. Aku rasa semua itu akan dialami dan harus diperjuangkan bagi mereka yang sudah memulai hidup berumah tangga. Welcome to parenthood!
Aku menikah tanpa harus menunggu lama untuk punya anak. Dan anakku lahir tanpa masalah. Tidak ada kendala dari segi pola asuh maupun tahapan tumbuh kembang. Anakku tidak susah makan, anakku tumbuh dibawah pengawasanku yang notabene adalah pengajar di baby class.
Untuk kalian yang belum tahu baby class, aku akan ceritakan secara singkat. Babyclass itu adalah sekolah bayi yang umumnya ada di perkotaan. Tidak hanya bayi yang sekolah, tapi semua elemen di dalamnya. Dari orangtua, pengasuh bahkan guru juga harus banyak belajar. Nah, sebelum punya anak, aku sudah berpengalaman lebih dari lima tahun di baby class.
Tapi seperti yang aku katakan di awal tulisan ini. Bahwa dalam rumah tangga selalu ada masalah. Rumah tanggaku mendapat ujian dari istriku yang mengalami depresi. Ada yang bilang itu baby blues, ada yang bilang itu postpartum, intinya aku melihat istriku mengalami depresi berat dalam urusan rumah tangga dan pengasuhan anak.
Depresi yang dialami istriku itu terlihat sepele bagi orang. Tapi bagi dia itu sangat besar. Reaksi yang ditimbulkanpun juga cukup serius. Kadang menangis,teriak,panik, cemas berlebih,overthingking, bahkan sampai kaku seluruh tubuh.
Dari segi fisik, istriku terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Porsi dan selera makan yang berkurang drastis membuatnya kekurangan asupan nutrisi. Ditambah lagi dia harus menyusui anak kami. Sungguh hari-hari akan terasa sangat berat dan penuh perjuangan.
Istriku bisa sangat panik jika ada potongan kecil makanan yang jatuh ke lantai. Dalam pikirannya itu akan mengundang semut dan itu sangat merepotkan. Apalagi jika dia harus bertemu keadaan yang tidak sesuai prediksi. Misalnya, besok mau mencuci baju. Tapi ternyata hari itu hujan. Dia akan sangat sedih, panik, dan putus asa.
Aku tidak pernah membawanya ke ahli. Alasannya adalah karena faktor ekonomi. Pandemi membuatku menjadi full time pengangguran. Aku tidak bisa meminta tolong kepada siapapun. Lingkunganku adalah keluarga yang kebanyakan berada di level ekonomi menengah kebawah. Tidak memungkinkan untuk meminjam uang. Mereka juga termasuk keluarga tradisional yang notabene tidak akan bisa menerima teori depresi parenting. Bagi mereka itu adalah aib yang bisa jadi bahan omongan dan ledekan. Satu hal yang menjadi pedoman hidupku adalah teori, “Tuhan tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuan”. Jadi aku yakin, masalah istriku akan selesai. Dan rumah tangga kami akan baik-baik saja.
Aku akan menulis kelanjutan cerita dalam postingan selanjutnya bagaimana kami bisa melewati hari-hari selama dua tahun dan istriku semakin membaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H