Mohon tunggu...
Aenun Najib
Aenun Najib Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Guru Honorer, Sebuah Ironi Tak Kunjung Solusi

16 September 2018   13:20 Diperbarui: 16 September 2018   16:49 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang ada di benak anda ketika dihadapkan pada sebuah wacana tentang "penghasilan guru?" Mungkin yang anda bayangkan adalah penghasilan guru jaman now mempunyai penghasilan yang lumayan mencukupi dibanding guru pada jaman dahulu.

Kenyataannya banyak sekali  guru yang belum menikmati hasil keringat perjuangannya dalam mendidik anak-anak bangsa. Lihatlah para guru yang masih menyandang predikat sebagai Guru Honorer. Ironis sekali ketika salahsatu tujuan pemerintah adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sementara kesejahteraan para ujung tombaknya jauh di bawah yang diterima kaum buruh. 

Tidak ada yang membantah bahwa guru merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang mengabaikan guru, akan selamanya menjadi negara yang terbelakang. Ada beragam julukan di berikan kepada guru, salah satunya "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Julukan ini menggambarkan peran dan jasa guru bagi pendidikan Indonesia. Kata "tanpa tanda jasa" memunculkan multi tafsir. Di satu sisi menjadi sebuah kebanggaan, di sisi lain mempunyai makna kesejahteraan guru, terutama guru honorer, diberikan alakadarnya saja.

Kesejahteraan mempunyai banyak tafsir, di antaranya adalah kesejahteraan dimaknai sebagai sebuah balas jasa yang diberikan kepada guru honorer. Melihat dari sisi penghasilan, mungkin banyak orang berpendapat bahwa menjadi guru itu sedikit penghasilannya di banding pegawai negeri atau buruh sekalipun. Namun apakah semiris itu? Realitanya, silahkan lihat sendiri di lapangan. Masih banyak dari mereka, para ujung tombak peradaban itu hanya dihargai 300 ribu per bulan atau bahkan kurang.

Sebagai pelaksana teknis, guru perlu mendapat perhatian. Jangan lagi ada deskriminasi, dimana kesejahteraan antara guru PNS dan guru yang masih berstatus honorer terdapat jurang yang teramat senjang. Ketika asap dapur harus terus mengepul sementara penghasilan yang mereka terima tidak berkprimanusiaan bagaimana mewujudkan bangsa yang cerdas seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar itu akan tercapai?

Akhirnya perlu disadari berbagai kalangan terhadap peran penting seorang guru. Berhasil atau tidaknya proses pendidikan salah satunya ditentukan oleh guru. Tugas mulai mencerdaskan bangsa harus mendapat dukungan perangkat lainnya. 

Diperlukan kearifan dalam menilai peran seorang guru, di mana mereka mengajar sebagai sebuah upaya mempertahankan hidup. Sebagai seorang guru PNS saya berharap, timbul kesadaran dari para pemangku kepentingan untuk mengangkat harkat dan martabat rekan-rekan guru honorer, hargai pengabdian mereka sebagai seorang guru, tak melulu seperti sindiran lagu Oemar Bakri yang bertahun-tahun mengabdi cuma makan hati.

Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun