Berita kriminal sekarang ini seperti tidak habis-habisnya berjejalan di media informasi, baik media cetak maupun elektronik. Salah satu yang membuat miris adalah kasus kekerasan yang dilakukan oleh pelaku Lanjut usia. Disatu sisi tindak kejahatan haruslah diganjar dengan hukuman untuk memberikan keadilan bagi si korban, tetapi terkadang sisi kemanusiaan tergugah pada pelaku yang sudah berumur untuk menghabiskan waktu di lembaga pemasyarakatan. Terlebih jika pelaku sebelumnya memiliki catatan perilaku yang baik selama hidupnya.
Baru-baru ini, sebuah penelitian yang dipublikasikan di JAMA Neurology, tepatnya pada 5 Januari lalu, memaparkan bahwa perilaku kriminal pada lansia terutama dengan rekam jejak kelakukan baik sebelumnya dapat menjadi indikasi terjadinya Demensia. Jenis kekerasan yang bisa dilakukan karena Demensia yaitu : Pencurian, kekerasan seksual, dan kekerasan dan tindakan kriminal lainnya. Penelitian ini dilakukan oleh para peneliti dari "Memory and Aging Center, University of California at San Fransisco (UCSF), diketuai oleh Georges Naasans MD.
Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas kriminal baru berkaitan dengan demensia jenis Behavioral Variant FrotoTemporal Dementia (bvFTD) dan Semantic variant primary progressive aphasia (svPPA) yang dapat menyebabkan penderitanya melakukan satu tindakan tanpa dipikir dahulu baik buruknya dan tidak mampu menahan diri.
Jenis pertama yaitu bvFTD adalah jenis yang paling rentan melakukan tindak kriminal dibandingkan svPPA maupun penyakit Alzheimer (Bentuk demensia yang paling dikenal). Jenis demensia yang memicu perilaku kriminal ini disebabkan karena kerusakan pada otak bagian depan yang disebut frontotemporal yaitu di anterior insular and lateral orbital frontal. Mereka umumnya berusaha mencari reward dan kesenangan yang berujung pada tindak kekerasan. Tindakan kriminal khas demensia jenis ini adalah : mencuri, buang air besar sembarangan dan kekerasan seksual, pelanggaran lalulintas bahkan tabrak lari.
Perilaku buang air kecil sembarangan biasanya dilakukan oleh pria, sementara perempuan biasanya menyentuh dan memeluk orang lain. Meskipun tindak pelecehan seksual justru banyak dilakukan oleh pria.
Area otak depan memang diketahui sebagai bagian yang terlibat dalam kecerdasan perencanaan, kerja memori, kemampuan dasar belajar, dan pengaturan emosi. Sehingga jika terjadi kerusakan diregio ini akan menyebabkan seseorang menjadi pribadi yang dingin, apatis, egois, dan sangat keras kepala bahkan ringan tangan, mengingat bahwa area sirkuit otak merupakan tempat dimana informasi-pragerakan diproses. Sehingga kalau terjadi kerusakan dibagian ini maka terjadi kesulitan untuk mengontrol gerakan.
Dari segi kesehatan, pasien seperti ini tidak memenuhi kriteria untuk bertanggung jawab atas tindak kriminal yang dilakukannya. Penderita FTD biasanya sadar bahwa tindakan yang dilakukannya salah. tetapi tidak berarti mereka tidak bisa mengontrol tindakannya.Sehingga perlu ada kajian dan kebijakan yang lebih mendalam mengenai fitur hukum pada kondisi seperti ini.
Jenis kedua yaitu Semantic variant primary progressive aphasia (svPPA). Jenis tindakan kriminal yang khas pada kelompok ini adalah pencurian dan pelanggaran lalulintas. Pada jenis ini bagian otak yang mengalami penurunan fungsi adalah area bilateral anterior temporal dan orbitofrontal. Mereka mengalami ketertarikan terutama pada benda benda kecil lalu mengambilnya, tetapi tidak sadar dengan perilakunya.
Tipe lainnya adalah tipe HD (Huntington Disease). Tindak kriminal khasnya adalah kekerasan, buang air kecil sembarangan, dan pelanggaran lalulintas. seorang HD sangat mudah marah
Perbedaan tiga jenis demensia ini dibanding Alzheimer adalah gangguan tiga yang pertama mempengaruhi perilaku sedangkan pada Alzheimer gangguan terjadi pada memori. Kerusakan pada Alzheimer terjadi diotak bagian belakang sehingga otak depannya lah yang lebih sering aktif akibatnya mereka justru berperilaku terlalu manis. Kebalikan dengan bvFTD, svPPA, dan HD yang justru mengalami kondisi antisosial karena letak keruskan terjadi diotak bagian depan.
Jadi, amat penting bagi keluarga untuk melakukan pendampingan terhadap orang tua dan juga terutama anak-anak agar tidak menjadi korban yang berkaitan dengan pelecehan seksual dan kekerasan akibat penyakit penurunan fungsi syaraf ini. Disini terlihat bahwa kontrol sosial dimana nilai nilai budaya yang saling tepa selira adalah cara terbaik untuk melindungi setiap orang dalam komunitas bermasyarakat.