Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kaleidoskop 2024, Panggung, Jas yang Kebesaran, dan Cerita-Cerita Kehilangan

21 Desember 2024   07:16 Diperbarui: 21 Desember 2024   07:16 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kaleidoskop 2024. Gambar dibuat Meta AI| dokumentasi pribadi 

Pendahuluan

Kusebut dua ruas jalan
Satu, Medan Merdeka Utara
Kedua, Medan Merdeka Selatan
Dua jalan yang selalu menjadi rebutan
Juga cara melihat masing-masing posisi
Di mana kawan siapa lawan
Dan Monumen Patung Kuda
Titik berangkat untuk bersorak

1.
Januari adalah awal segala riuh
atau mungkin rencana di bulan-bulan yang jauh
Cinta yang salah atau bapak
yang tak ingin kehilangan sejarah
Maka paman dipaksa membuat jas
Kebesaran atau kurang pas
Terlihat dari luar
Karena dijahit tak sesuai pola
Diam-diam pasukan diam-diam
Berani pasang badan sebagai peredam 

2.
Februari bulan cinta katanya
Ada panggung mementaskan
Perjamuan cinta keluarga
Lurah-lurah dibebaskan dari kerja
Karena Istana mendadak baik hati
Mengambil alih tugas Pak Lurah
Membagi-bagikan sembako
Dan gambar (harga) diri
Sudahlah, jadilah, jadi!
Dan kita menonton drama paling lucu
Rakyat pun tak peduli
Karena tiap hari menghitung
Adakah lambung terisi

3.
Kemudian, lupakan, lupakan
Hidup harus berjalan
Seseorang ibu yang tak pernah ditulis
dalam buku
yang air matanya tak ada dalam catatan
Dinas Tata Kota
Kehilangan putranya
Cinta terputus di kota yang jauh
Langit mendung
Memakai toga, karangan bunga,
selebrasi wisuda akhirnya urung
Ketika Hari Lebaran tiba
Merayakannya dengan air mata 

4.
Oktober kita punya Presiden baru
Ada cinta harus dibalas
Ada janji entah kapan dibayar lunas
Kota, desa, suara-suara sayup
Di ujung pulau nyanyian sumbang
Gemeretak berdebum
Pohon-pohon tumbang

5.
Ada judi di dunia maya
Dilindungi orang dalam, rupanya
Ada lagi seorang kakek
masih rindu membawa kursi ke ibu kota
Duduk berleha-leha di bawah
pohon besar, itu rencana cerita
Ternyata hanya menengok cucunya,
kata berita 

Penutup

November, Desember
Musim-musim basah
Harus tetap percaya pada cinta
Untuk menyongsong tahun 2025

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun