Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi Pucat

16 Agustus 2024   17:06 Diperbarui: 26 Agustus 2024   18:29 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi pucat. Gambar oleh Engin_Akyurt/ Pixabay 

Seperti tubuhku, puisi-puisi yang kutulis
begitu pucat
Hanya mengulang-ulang luka,
hujan, senja, dan mimpi-mimpi
yang sering berjalan di tempat
Aku menunggu makan gratis puisi
Mengisi tubuh sajakku yang lemah
tak bergizi
Dan kata-kata mudah buat lena
Bagi orang-orang yang tak kuasa
untuk bersuara
Mengharapkan kedatangan juru selamat
Tapi yang didapat hanya khianat
Setiap musim
Di kotak-kotak tempat suara ditampung
Dibiarkan terapung-apung
Lalu perlahan tenggelam
Masuk ke dalam palung

Aku hanya bisa mencatat
Pada harapan yang makin melarat
Dan puisiku tetap pucat 

***

Baca juga: Risalah Puisi

Lebakwana, Agustus 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Puisi | Hujanpedia

Baca juga: Di Masa Depan Nanti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun