Seperti tubuhku, puisi-puisi yang kutulis
begitu pucat
Hanya mengulang-ulang luka,
hujan, senja, dan mimpi-mimpi
yang sering berjalan di tempat
Aku menunggu makan gratis puisi
Mengisi tubuh sajakku yang lemah
tak bergizi
Dan kata-kata mudah buat lena
Bagi orang-orang yang tak kuasa
untuk bersuara
Mengharapkan kedatangan juru selamat
Tapi yang didapat hanya khianat
Setiap musim
Di kotak-kotak tempat suara ditampung
Dibiarkan terapung-apung
Lalu perlahan tenggelam
Masuk ke dalam palung
Aku hanya bisa mencatat
Pada harapan yang makin melarat
Dan puisiku tetap pucatÂ
***
Lebakwana, Agustus 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H