Ini cerita mudik yang tercecer.
Bagi seseorang yang lanjut usia (lansia) dan perantau, masihkah punya cerita tentang mudik? Apa masih ada sebuah tempat yang disebut "kampung halaman"?
Tentu saja ada, walaupun sedikit "dipaksakan". Untuk lansia, tempat tinggalnya lah yang seharusnya menjadi tujuan mudik. Tapi, bagaimana kalau ia juga adalah seorang perantau?
Itu yang terjadi pada orang lansia seperti saya.
Orangtua saya berasal dari Bukittinggi, tapi saya lahir dan merasakan masa kecil di Pringsewu, Lampung. Masa remaja hingga dewasa saya habiskan di Jakarta. Dan kini tinggal di Serang, Banten.
Di mana kampung halaman saya untuk tujuan mudik? Jakarta? Rasanya tidak. Walaupun saya cukup lama tinggal di Jakarta, bagi saya Jakarta adalah tetap kota yang sulit menimbulkan rasa kangen.
Bisa sih kangen, asal orangtua kita masih ada. Masalahnya orang tua saya sudah lama meninggal dan dikuburkan di Pringsewu sana. Ke mana saya harus mudik?
Ke Pringsewu!
Menyusuri masa kecil mungkin tidak. Karena kenangan itu hanya tersisa sedikit dalam ingatan. Yang jelas masih ada kakak dan adik sebagai tempat tujuan. Ditambah ponakan-ponakan dan tingkah polah para cucu.
Berita-berita "horor" -- kemacetan yang parah -- menjelang Pelabuhan Merak tak menyurutkan keinginan kami.