Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Harum Tanah

2 Februari 2024   19:02 Diperbarui: 2 Februari 2024   19:12 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi di bawah hujan. Foto oleh Alexsandar Pasaric/ Pexels

Pernah kaukatakan padaku
Untuk berdiri di kesunyian tanah
Selepas hujan
Pejamkan mata
Hirup aroma basah
Mendengar tik-tik air sisa hujan
yang jatuh
pada sebuah genangan
Lapat-lapat nyanyian
yang tercipta lewat desau angin
pada pepohonan

Dan itu yang kini kulakukan
Berdiri, membiarkan rasa dingin
menyelusup pada tapak kakiku
Harum tanah menguar
Kuhirup rasa ingin
Peluk yang disampaikan angin
Kusesap agar tak lesap
Biarlah menjadi puisi
Pada diriku
Untuk dirimu

***

Baca juga: Tanah Terbakar

Lebakwana, Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Tanah Retak

Baca juga: Jendela

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun