Aku ingin meletakkan Ayah pada tubuh
puisiku
Tapi hanya sedikit tersangkut kenangan tentangnya
Aku ingat burung perkutut peliharaannya
Sepeda tua
Kendaraannya untuk berdagang; pergi
ke pekan-pekan; pulang setengah bulan
atau sebulan sekali
Ayah membawa rambutan, jeruk, atau
tergantung musim di pasar
Dibawanya dengan karung tepung gandum
Hanya Emak yang tahu, apakah Ayah
membawa setumpuk uang
Atau cuma keluhan
Hanya sekali kulihat Ayah menangis
Saat ia kecopetan di Pasar Tanjung Karang
Bagi keluarga kami uang yang hilang itu
bernilai sangat besar
Ketika tertawa, terlihat gigi perak Ayah
Suara Ayah bariton, menggelegar
Seperti meruntuhkan rumah kayu kami
Puisi seperti apa yang harus kutulis?
Kata-kata mendadak lumpuh
Sunyi
Dingin, menyelusup ke balik bajuku
yang terbuka
Aku ingat itu
Kemudian Ayah membetulkan kancingnya
Suatu pagi
Mungkin telah minum kopi
Mungkin telah menghisap Commodore
Mungkin tengah menghitung-hitung
banyak mimpi
Ayah duduk menghadap dagangannya
Seorang kawannya menegur
Tapi Ayah diam saja
Kemudian kawannya tahu
Itu duduk Ayah yang terakhir
Aku, dua SD, tak mengerti apa yang terjadi
Ada tubuh ditutupi kain
Emak menangis
"Ayah tak lagi membawa rambutan," kata
Emak di sela isaknya
***
Lebakwana, Agustus 2023
Catatan.
Commodore, nama sebuah merek rokok.