Aku sulit mengungkap dengan lisan
maka aku memindahkan lidahku
dalam bentuk tulisan
cerita-cerita, puisi
ada namaku di koran, majalah
tapi, kau tahu harga sebuah puisi?
Aku tidak tahu
bersyukur atau gelisah
lahir sebagai lelaki Minang
dan pertanyaan kepada lelaki Minang
: "Aa galeh kini -- dagang apa sekarang?"
aku menerjemahkan: uangmu sudah
berapa banyak?
Aku cuma lelaki yang bisa sedikit
menulis
Cinta terus tumbuh
Pada bedeng ukuran 3x3
Juga di atas jembatan penyeberangan
: Ada peniti, kamper, sisir; dan aku terus
meniup-niup cinta agar tetap menyala
Ada juga matahari
Orang membeli dengan rasa kasihan
(ah, terima kasih Jakarta)
Lalu aku membawa cinta
ke tanah jawara
rantau sudah bertukar
tapi nasib masih berupa kabar-kabar
Untung aku masih ingat
pelajaran dari Jakarta
jadi rinduku tak lagi ngilu
saat orang memandangku
mengangkat dagu
Tapi negara masih mengingatku
seumur hidup pada selembar kartu
enam puluh, katanya
walau sebenarnya ada 59
Cinta, itu sisa yang kupunya
Kepada diriku: Selamat
***
Lebakwana, 28 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H