Saya melihat sepeda Ayah berjalan dalam ingatan. Saya duduk di batangan sepeda di atas kursi rotan
Ayah membawa saya menyusuri lorong-lorong kampung
Jalan yang masih tanah tak mengurangi orang-orang bertegur sapa ramah
Saya juga melihat saat saya menunggu Ayah pulang berdagang
Berdiri di depan pintu
Melihat tubuh Ayah terayun-ayun
mengayuh sepeda
Mungkinkah Ayah membawa sekarung rambutan, layang-layang, atau hanya sebaris senyuman
Saya juga melihat Ayah membelikan kembang gula di sebuah pasar malam
Mengancingkan baju saya yang terlepas
Kata Ayah,
Bukan karena Ayah takut kamu masuk angin
tapi agar kau belajar mengendalikan rasa ingin
Saya tak mengerti kata-kata Ayah
Kini sepeda Ayah sudah takada
Sesekali saya seperti melihat Ayah
di permukaan bulan
mengayuh sepedanya
membawa sekarung rambutan, layang-layang
Juga sebaris senyuman
***
Lebakwana, Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H