Aku melihatmu pada suatu pagi, dalam ingatan yang lampau. Waktu itu awal kita membuat cerita. Menghitung, berapa lama embun bertengger di ujung daun. Matahari tidaklah luar biasa.Â
Kita berjalan. Berjalan seperti biasa mengisi hari-hari. Aku tidak ingat, apakah aku pernah mengatakan, 'I Love you' kepadamu. Yang pasti, aku menganggapmu sebagai kekasihku.Â
Kau? Kurasa cukup dengan melihat cara kau memandangku, mencubit perutku dengan gemas bila kau sedang kesal. O, ya, satu lagi. Ada fotoku dipasang di dinding hp-mu.Â
Tapi ada masa-masa ingatanku terlalu buruk. Suatu ketika aku lupa dengan janjiku, mengajakmu nonton film yang tak terlalu romantis. Kau sedikit merajuk.Â
Aku menawarkanmu untuk menghabiskan malam. Tapi kau kehilangan selera menghabiskan sekerat kecil ayam goreng di Warung Amerika. Seharusnya kau kuajak menikmati nasi goreng di pinggir jalan. Siapa tahu ada pengamen yang datang mendendangkan lagu cinta. Meskipun dengan suara yang dipas-paskan.Â
Bagaimana kalau kita menyusuri trotoar? Kau mengangguk.Â
Sudah pukul 11 malam.Â
Udara terasa dingin. Aku menyampirkan jaketku untuk kaukenakan. Kepengapan polusi mulai kurang. Pun, lalu lintas kendaraan terlihat lengang.Â
Kau mengabadikan sudut-sudut jalan lewat hp-mu. Berswafoto di sebuah jembatan penyebrangan. Untuk apa? Iseng, jawabmu.Â
Kau kuantar pulang ke rumah. Di samping garasi kita melakukan ciuman yang panjang. Gerakan tanganku terhenti saat terdengar suara batuk dari dalam rumah.Â
Kemudian ...! Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â