Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Membincangkan Kemerdekaan

11 Agustus 2020   21:33 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Detik.com 

Ajari aku bagaimana membaca arti kemerdekaan, bila melihat anak-anak yang memanggul impiannya, membelah derasnya arus sungai, atau meniti jembatan rapuh, yang bisa saja sewaktu-waktu angan-angan mereka runtuh 

Atau yang tinggal di perbatasan, di balik gunung, berdampingan dengan hutan-hutan yang masih perawan, malam-malam berteman cahaya bulan, atau menemui kesunyian 

Dan di tempat-tempat yang tak tertera dalam peta, yang luput dalam percakapan urun-rembug sekeliling meja, yang penduduknya takut menyangkutkan mimpi anak-anaknya ke tinggi angkasa, karena lampu-lampu yang mempunyai kuasa tak pernah menerangi isi kepala mereka 

Tapi kenapa pula kita harus membaca jauh. Sebuah tempat namanya ibu kota, sejarak sepelemparan batu dari istana, berhimpit bedeng-bedeng kumuh, setiap hari para penghuninya menata hari: Pagi ini makan apa, sore hari entah bagaimana 

Jangan lihat televisi

Di sana hanya ada rekaman orang-orang berbaris dengan gerak tertata, pidato-pidato, salvo, dengan irama yang kita sudah tahu urutannya 

***

Cilegon, Agustus 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun