Beberapa puisi sudah kukirimkan padamu, sebagian lagi masih berbentuk catatan, yang lain terserak dalam ingatanÂ
Aku tidak tahu apa ini bisa dijadikan sebentuk puisi: Tiang listrik yang hampir roboh, got yang mampat, pasar, tumpukan sampah
Kurasa juga aku harus belajar memahami seberapa penting puisi bagimu, dan seberapa perlu setiap peristiwa kuabadikan dalam puisi, dan apakah aku mempunyai kegilaan yang cukup untuk menjadi penyair
Mungkin kau tak pernah membacanya, pun barangkali, kau tak ambil peduli. Mungkin bagimu lebih baik mempelajari cara menyambung kabel listrik, atau latihan tae kwon do, yang putaran kakimu hampir memecahkan kacamataku, atau melihat-lihat toko online; siapa tahu ada baju model terbaruÂ
Atau membalas pesanku, dengan gambar emoji marah, dan gambar tinju: Jangan kirimi aku lagi puisi!Â
***
Cilegon, Juli 2020.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H