Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Musim-musim yang Batal Menjadi Musim Pelangi

5 Maret 2020   06:03 Diperbarui: 5 Maret 2020   06:37 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com

Musim-musim ini batal kucatat sebagai musim pelangi. Gugur daun, mimpi-mimpi yang terbakar, nama-nama yang datang dan pergi. Laut yang pasang, tak lagi arus di bawahnya mengalir tenang, Ikan-ikan berenang gugup, karena di palung ada botol kemasan dan televisi tertelungkup. 

Langit yang terisak, karbon monoksida membuat ozon terkoyak. Lolongan hutan-hutan hingga hanya sedikit tersisa akar-akar menjadi pasak. Dan bumi pun meronta menggelegak 

Tanah-tanah yang pecah tanah-tanah yang basah, langit yang meruntuhkan air bah, menjadi pisau di ujung lidah

Kata

Sebuah kata 

Menenggelamkan banyak peta, hingga orang-orang asal bicara, tak peduli lagi di mana diletakkan kepala. 

Orang-orang begitu rakus mengumpulkan segala ingin, seolah-olah esok tak ada lagi arah mata angin. Padahal sejarak sedikit di sebalik pandangan mata, ada yang mengikat lambung yang gemetar sambil menahan gigil tersebab terpaan udara dingin 

***

Cilegon, Maret 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun