Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Dalam di Kedalaman Paling Dalam

22 Januari 2020   21:42 Diperbarui: 22 Januari 2020   21:42 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com.

Hari-hari yang rapuh

Rindu telah luruh

Puisi-puisi akan terus tumbuh. Di antara wajah-wajah yang bercahaya dan tersembunyinya air mata, di balik embun dan batas senja, juga siang yang membara dan mimpi-mimpi yang sulit dibaca

Di antara butiran salju yang dingin menghujam, dan percikan bara yang diam-diam merambat dalam sekam

Di antara debu-debu yang berterbangan sepanjang jalan dan ruang kubikel berhawa sejuk untuk membaca angan, di antara keluh pasar yang kumuh dan harga-harga saham yang menerjun jatuh

Di antara kata-kata yang terucap dan kalimat-kalimat yang tersirat 

Di antara batas benci dan keinginan selalu merindu

Juga

dalam hujan dalam kemarau dalam laut pasang dalam amuk gelombang dalam bukit yang tandus dalam hutan yang mengerang dalam desa yang sepi dalam kota yang mati dalam anak yang pergi dalam orangtua yang menangis di malam sunyi dalam orang yang marah dalam lidah yang patah dalam angka-angka tak terbilang dalam huruf-huruf terbaca sumbang

dalam pidato-pidato di televisi yang tak dimengerti dalam kerumunan tak peduli dan sakit hati 

dalam dalam 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun