"Bagaimana rasanya jadi pembunuh?"
Ucapmu mengirimkan gigil ke seluruh persendian, dan mengaliri pembuluh darah. Saat itu kau terjebak di sebuah labirin; kata-kata menjadi semak ranjau, atau menajam pisau
Tersedia dua pilihan: Ikut menjadi kayu bakar, atau keluar dengan tubuh penuh luka. Dan di pintu keluar sudah menunggu burung gagak dan burung nasarÂ
: Satu bersiap-siap mengabarkan kata-kata mana yang menemui kematian, satu lagi menyiapkan pesta untuk kata-kata yang telah membujur bangkaiÂ
Aku ingin membunuh masa lalu yang ragu, juga masa depan yang tak menentu, itu katamu di hari pertama melarikan diri dari rumahÂ
Rumah-rumah telah kehilangan hangatnya percakapan. Rumah-rumah dengan penghuninya yang tenggelam di lautan linimasa. Tak ada dengung tak ada suara mengapung, karena suara-suara menerobos gendang telinga lebih suka melewati kabel yang langsung terhubungÂ
Memang masih ada bunda, ayah, kakak, dedek, bergandengan tangan di sticker yang menempel di belakang kaca mobil, tapi kacanya tak pernah terbuka untuk menyapa
Salahkan kalau aku ingin ingin jadi pembunuhÂ
Menikam ruang bisu di bilik-bilik keluarga, mencabik keheningan, kemudian kata-kata mengalir seperti dahulu: Menjadi cerita, gurau dan gelak tawaÂ
***