Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dongeng Rerumputan

23 Oktober 2019   09:40 Diperbarui: 23 Oktober 2019   09:45 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Sebenarnya aku ingin bertanya kepada rerumputan, apakah pagi ini ia masih bisa merasakan cumbuan embun di ujung tubuhnya, atau ia sedang menunggu kematian, karena sinar matahari menikam kelembapan tanah tanpa belas kasihan 

Musim kali ini membuat kemarau terasa asing

Kita kemudian disuguhi sarapan pagi yang membuat perut kita mual, pertunjukan berulang-ulang yang menghinakan akal, atau barangkali sebenarnya kita sendiri yang bebal 

Hutan, sekeping demi sekeping menjadi peta-peta dalam lingkaran api, menjadi angka-angka di kepala, yang akan dihitung pada saatnya nanti

( Terlihat seseorang berbaju putih menjadi foto model dengan latar belakang selubung api ) 

Hari ini kamera-kamera televisi pun bergegas, menangkap kerumunan berbaju putih, melambaikan tangan ke arah lampu. Tersenyum, entah untuk siapa, atau barangkali untuk dirinya, juga kelompoknya 

Kita menontonnya tanpa menggunakan baju, karena belum kering untuk menyeka keringat dan air mata

***

Cilegon, Oktober 2019 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun