aku hirup lembabnya rerimbunan pohon, mengisi paru-paruku yang sudah terlalu lama kropos dijalari kata-kata yang polutan
menyanyi di gemercik air yang jernih, menari, memekik, bergelayutan di antara pokok-pokok kayu bersama siamang dan orangutanÂ
beri aku KalimantanÂ
tapi kini paru-paru itu batuk, tersedak mendengar gemuruh gergaji berdansa  ngakak, ular-ular, babi hutan, Burung burung gemetar tak tahu ke mana tempat berpijakÂ
kemudian kilauan titik, satu, dua puluh, seratus, seribu, entah tak terhitung, membesar, gemeretak, merambat menjadi neraka
membumbung, mengabut, tapi ini bukan halimun dari pinggang gunung, ini kegelisahan, kemarahan, juga suara yang tercekikÂ
beri aku KalimantanÂ
akan kubawa kabut ini ke Jakarta, tapi Jakarta begitu jauhÂ
sangat jauh
***
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!