"Masuklah ke dalam mataku," katamu. Waktu itu kita sedang menata-nata mimpi, berhitung tentang harapan-harapan. Juga menimbang seberapa luka saat lewati duri penghalangÂ
Aku melompat begitu saja, menyusuri sungai dalam matamu. Cahaya yang temaram. Aku melihatmu berdiri putus asa di ujung lorong yang panjang, "Aku tak bisa keluar," kecemasanmu bergaung seperti lolonganÂ
Tidak, sanggahku. Selalu ada secercah terang dalam ruang yang kelam. Selalu ada jalan keluar untuk menghindarÂ
Seberapa kuat engkau berlari untuk sembunyi. Matahari tak selamanya menikam kepala. Ada masa-masa ia menghangatkan hati, mengeringkan luka
Rin, itu namamu. Pegang tangankuÂ
Kamu tak cemas banyak luka di  sepanjang perjalananku, kamu masih raguÂ
Aku hanya melihatmu hari iniÂ
Cilegon, 2019Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H