Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Perempuan, di Tengah Republik Lelaki

22 Juli 2019   21:56 Diperbarui: 22 Juli 2019   22:06 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pixabay.com 

Panggil aku perempuan 

Berabad-abad 

Apakah ini sudah garis takdir, aku lebih sering merasakan batu daripada mencium wangi bunga, atau menjadi santapan dikelilingi pekikan-pekikan liar, pemuas air liur lelaki 

Dunia ini adalah lelaki 

Dulu, kini, atau mungkin nanti

Di awal dunia aku sudah menjadi tersangka, karena membuat lelaki terpelanting dari surga. Selanjutnya bisa disimak dan dibaca, aku hanya sebagai pelengkap penderita. Dari sebagai kurban untuk para dewa atau entah siapa, menari di antara kuda-kuda perang, setelah para lelaki menancapkan bendera dan membakar peta-peta 

Aku, Perempuan 

Kini, kuda-kuda perang berganti gemuruh roda industri. Dan industri juga adalah lelaki. Menawarkan gincu, bedak dan pewangi. Juga janji-janji memberi mahkota dan lampu-lampu, dengan prasyarat: berapa berat-tinggi badanmu, berapa lingkar dada, seberapa elok lekukan pinggangmu 

Aku. Panggil aku perempuan 

Aku ahli komputer. Bisa Bahasa Inggris, sedikit Mandarin. Aku membawa ijazahku ke sebuah kantor. Tapi kantor adalah lelaki. Dan kantor tidak butuh ahli komputer, tidak butuh Bahasa Inggris, tidak butuh Bahasa Mandarin. Kantor memerlukan pewangi ruangan dan sesuatu yang sedap dipandang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun