Demikian cerita dari masa ke masa. Tentang perempuan luka yang melarikan diri dari kecamuk negeri angkara. Terseret pula bara dendam di dalam dadaÂ
Setiap lelaki adalah Durjana. Camkan itu!Â
Maka ia mengumpulkan perempuan dari seluruh pelosok negeri. "Kumpulkan air mata kalian. Kita tenggelamkan senja!"Â
Dan senja pun menghilang. Batasan waktu berubah. Pagi, siang, dan malam. Tak ada lagi senjaÂ
Ini seperti kiamat kecil. Orang-orang panik memanggil-manggil. Tapi tak satu pun berani tampil. Tak ada juga yang bisa membujuk perempuan itu agar melepaskan senjaÂ
Hanya penyair yang dapat menaklukkan perempuan itu, saran tetua kampung. Mereka sepakat mengutusku, karena di seantero negeri tinggal aku satu-satunya yang masih mau gila menulis puisiÂ
Selang seminggu senja kembali muncul. Orang-orang bersorak menatap masygul. Mereka bertanya-tanya apa yang kulakukan hingga perempuan penguasa senja itu luluh. Untuk ini ijinkan aku untuk menjadi rahasiakuÂ
Sedang perempuan itu tetap menanamkan kebencian terhadap lelaki. Tapi kini ada tambahan: Setiap lelaki adalah Durjana. Kecuali penyair!Â
Uhg! *)Â
Cilegon , 2019Â
Catatan.Â