Akhirnya kita bersetuju memilih peran. Engkau menjadi hujan dan aku menampung kenangan
Maka kau merayu awan, untuk berkumpul merayakan pesta gembira melupakan kesendirian. Seperti yang kau harapkan, mereka bertengkar bergesekan. Kemudian ada ledakan. Di saat itulah kau menjadi titik-titik air dengan jumlah yang tak terbilang. Engkau turun sebagai hujan
Dan aku, sebagai kenangan, berlarian menampung dirimu. Aku memilah-milah, apakah ini air jatuh dari atap, atau mengalir dari seorang perempuan yang sedang meratap
Kau bermanis-manis dengan matahari, meminta bantuan membuat garis indah. Dari titik akhir hujan hingga ke ujung awal kenangan. Aku terpukau dengan pelangi
Tapi kemudian kita bertengkar
Kau ingin menjadi novel romansa, didekap sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Aku sendiri hanya ingin menjadi dongeng pengantar tidur jelang lelap mata
Kau tetap dengan pendirianmu, dan aku kukuh dengan pandanganku. Tak ada yang bersedia mengalah. Akhirnya kita bersepakat melebur menjadi puisi
Inilah puisi itu
Cilegon, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H