Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jakarta, Transjakarta, Kata-kata

12 April 2019   22:12 Diperbarui: 12 April 2019   23:38 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gerimis menyisakan basah

Jendela bus buram

Hati muram

Lampu-lampu, papan-papan iklan menawarkan mimpi, ke belakang berlari

Pengamen, pedagang kaki lima, juga wanita penjaja kerlingan mata. Setiap hari lelah menghitung harapan, tapi yang didapat hanya serpihan-serpihan

Ini memang Jakarta  di waktu malam. Kota dengan ruang-ruang yang selalu ngakak. Berjoget. Lupa dada sesak

Di dalam bus ruang menjadi mati. Tubuh-tubuh kuyu mengeja nasib hari ini. Biarkan lelaki tua itu. Dalam dengkurnya  mungkin ia sedang membuat puisi tentang remuknya hati

Sesuara: "Perhentian berikutnya...! "

Pintu bus terbuka. Orang-orang bergegas keluar

Untuk ditelan kesepian

Cilegon, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun